Menangkal Hoaks Hingga ke Pangkal Lewat Generasi Digital
"Mengingat maraknya peredaran berita bohong, maka perlu adanya gerakan literasi digital antihoaks," katanya di Purwokerto, Provinsi Jawa Tengah, Senin (21/1/2019).
Dia menambahkan, jika peredaran hoaks dibiarkan tumbuh secara terus menerus, maka akan membahayakan bagi kebhinekaan. Pada saat ini, kata dia, masyarakat hidup pada era di mana opini dan politik lebih didasari pada emosi dan kepercayaan dibanding fakta yang objektif.
"Hoaks itu ada yang memproduksi, ada yang mencari, bahkan ada yang seperti kecanduan untuk ikut menyebarkan dan mengonsumsinya," katanya.
Untuk menangkal peredaran hoaks, kata dia, diperlukan penegakan regulasi guna memberikan efek jera.
"Selain itu, media massa juga harus lebih kuat perannya dalam mencerahkan masyarakat khususnya mengenai dampak-dampak negatif yang ditimbulkan oleh hoaks," katanya.
Tanpa regulasi dan literasi digital, tambah dia, maka hoaks bisa meningkat menjadi benih konflik horisontal.
"Apalagi, hoaks banyak bermunculan di media-media sosial maka peredaran hoaks dikhawatirkan makin meningkatkan benih konflik," katanya.
Dia mengatakan masyarakat di media sosial cenderung hanya ingin berkomunikasi dengan orang-orang yang memiliki pendapat yang sama dengan mereka.
"Di medsos, orang cenderung hanya ingin berkomunikasi dengan mereka yang sudah 'sepikiran', sehingga medsos dan ditambah lagi dengan adanya hoaks dikhawatirkan akan memperkuat segregasi sosial," katanya.
Segregasi sosial di dalam ilmu sosiologi, kata dia, berarti pemisahan kelompok dalam masyarakat yang disertai anggapan bahwa kelompok yang satu lebih tinggi atau lebih baik dari yang lain.
"Penegakan aturan atau regulasi memang tidak akan menghilangkan segregasi sosial, tapi regulasi dan literasi akan meminimalisir itu khususnya untuk generasi muda dan masyarakat yang terbuka," katanya.