Ratusan Mahasiswa Harvard Turun Aksi Soal Kebijakan AS, Sebut Trump Pengkhianat

ERA.id - Ratusan mahasiswa Universitas Harvard melakukan aksi unjuk rasa setelah pemerintah AS membatalkan semua kontrak keuangan untuk kampus. Mereka menyebut Presiden AS Donald Trump sebagai pengkhianat.

Para mahasiswa yang berunjuk rasa itu terlihat membawa papan dengan beragam tulisan, seperti 'Trump - Pengkhianat'. Massa juga meneriakkan "siapa yang seharusnya masuk kelas hari ini, biarkan mereka tetap di sini" yang merujuk pada mahasiswa internasional Harvard yang statusnya telah digulingkan Trump dengan mencabut akreditasi universitas tersebut untuk program Mahasiswa dan Pertukaran Pengunjung negara tersebut. 

"Semua teman, rekan, profesor, dan peneliti internasional saya dalam bahaya dan (di)ancam akan dideportasi - atau pilihan mereka adalah pindah ke universitas lain," kata Alice Goyer, yang menghadiri protes itu dengan mengenakan toga akademis hitam, dikutip AFP, Rabu (28/5/2025).

"Sebagai mahasiswa AS, adalah tanggung jawab saya untuk berbicara mewakili mereka," tambahnya.

Selain Alice, seorang mahasiswa kedokteran dari Inggris yang lulus minggu ini yang hanya menyebut namanya Jack mengatakan bahwa kebijakan yang ditempuh Trump akan membuat universitas-universitas AS kurang menarik bagi mahasiswa internasional. Bahkan jika pengadilan membatalkan tindakan yang paling merusak.

"Awan mungkin berlalu, tetapi kerusakan akan terjadi," kata Jack.

"Mahasiswa asing yang ada di sini tidak tahu di mana posisi mereka, mereka yang di luar negeri tidak tahu apakah mereka akan dapat kembali. Saya tidak tahu apakah saya akan mengejar gelar doktor di sini, enam tahun adalah waktu yang lama," sambungnya.

Harvard sendiri telah mengajukan gugatan hukum yang luas terhadap tindakan Trump, yang menurut para ahli hukum kemungkinan akan dibatalkan oleh pengadilan. Secara terpisah, alumni berencana untuk mengajukan gugatan terhadap Trump pada 9 Juni. 

Pemotongan kontrak yang diumumkan pada Selasa (27/5) diperkirakan oleh media AS bernilai 100 juta dolar AS (Rp1,6 triliun) akan menandai pemutusan hubungan bisnis antara pemerintah dan universitas yang merupakan universitas tertua dan pusat penelitian di negara itu.

Dalam beberapa minggu terakhir, pusat pendidikan elit itu telah melihat miliaran dolar dalam bentuk hibah federal dibekukan dan jutaan dolar kontrak federal dibatalkan. 

Universitas tersebut telah menggugat baik untuk memblokir pencabutan haknya dalam merekrut dan mensponsori mahasiswa asing, 27 persen dari total mahasiswanya, maupun untuk membatalkan penarikan dana federal.

Di sisi lain, Gedung Putih mengatakan bahwa alih-alih Harvard, uang publik harus diberikan kepada sekolah kejuruan yang melatih teknisi listrik dan tukang ledeng. 

"Presiden lebih tertarik memberikan uang pembayar pajak itu kepada sekolah dan program perdagangan serta sekolah negeri tempat mereka mempromosikan nilai-nilai Amerika, tetapi yang terpenting, mendidik generasi berikutnya berdasarkan keterampilan yang kita butuhkan dalam ekonomi dan masyarakat kita," kata Karoline Leavitt di Fox News.

"Kita membutuhkan lebih banyak orang seperti itu di negara kita, dan lebih sedikit lulusan LGBTQ dari Universitas Harvard," imbuhnya menambahkan.