Greta Thunberg Ngaku Diculik Paksa oleh Israel dari Kapal Madleen: Ini Pelanggaran HAM

ERA.id - Aktivis Swedia Greta Thunberg dideportasi dari Israel setelah kapal Madleen yang membawanya dicegat masuk ke Gaza. Greta mengaku ia dan sejumlah aktivis lainnya dibawa tanpa persetujuan.

Saat tiba di bandara Charles de Gaulle di Paris setelah dideportasi dari Israel, Greta menceritakan bagaimana kejadian yang sebenernya di kapal Madleen. Menurutnya, pasukan Israel membawa mereka tanpa persetujuan.

"Mereka menculik kami di perairan internasional dan membawa kami ke Israel tanpa persetujuan kami," kata Greta kepada AFP, Rabu (11/6/2025).

"Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia yang disengaja dan menambah daftar pelanggaran lain yang tak terhitung jumlahnya yang dilakukan Israel," sambungnya.

Namun Greta menekankan apa yang terjadi padanya dan rombongan di atas kapal, tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami oleh warga Palestina.

"Ini bukan cerita yang sebenarnya. Cerita yang sebenarnya adalah ada genosida yang terjadi di Gaza dan kelaparan sistematis," tegasnya.

Dari 12 orang di atas kapal Madleen yang membawa makanan dan perlengkapan untuk Gaza, lima aktivis Prancis ditahan setelah mereka menolak meninggalkan Israel secara sukarela. Greta dideportasi oleh Israel dengan penerbangan komersial maskapai nasional El Al menuju Paris.

Beberapa kelompok hak asasi manusia, termasuk Amnesty International, telah menuduh Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza, tetapi Israel dengan keras menolak istilah tersebut.

Kapal yang membawa aktivis Prancis, Jerman, Brasil, Turki, Swedia, Spanyol, dan Belanda tersebut memiliki tujuan yang dinyatakan untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan dan mematahkan blokade Israel di wilayah Palestina.

Tetapi Israel mencegat Madleen sekitar 185 km di sebelah barat pantai Gaza.

"Apa yang terjadi pada kapal tersebut merupakan kelanjutan dan pelanggaran hukum internasional dan kejahatan perang yang secara sistematis dilakukan oleh Israel dengan tidak mengizinkan masuknya bantuan ke Gaza," katanya.

"Ini adalah misi untuk mencoba sekali lagi membawa bantuan ke Gaza dan mengirimkan solidaritas. Dan kami melihat kami tidak bisa," tambah Greta.

Selain itu, ia juga mengecam keheningan dan kepasifan pemerintah di seluruh dunia atas apa yang terjadi di Gaza.

"Tidak ada kata-kata yang dapat menggambarkan pengkhianatan yang terjadi setiap hari oleh pemerintah kita sendiri," ujarnya.

Lebih lanjut, Greta meyakini bahwa ia akan tetap melanjutkan misinya dan berjanji akan berusaha menuntut diakhirinya perang oleh Israel.

"Kami tidak akan berhenti. Kami akan berusaha setiap hari untuk menuntut diakhirinya kekejaman yang dilakukan Israel," pungkasnya.

Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel yang memicu perang mengakibatkan kematian 1.219 orang di pihak Israel, sebagian besar warga sipil.

Kementerian kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan sedikitnya 54.981 orang, sebagian besar warga sipil, telah tewas di wilayah itu sejak dimulainya perang. PBB menganggap angka-angka ini dapat diandalkan.

Dari 251 orang yang disandera selama serangan Hamas, 54 orang masih ditahan di Gaza termasuk 32 orang yang menurut militer Israel telah tewas.