Bos Sritex Iwan Kurniawan Kembali Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Korupsi Rabu Besok

ERA.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan Direktur Utama (Dirut) PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Kurniawan Lukminto akan kembali dipanggil untuk diperiksa terkait perkara korupsi pemberian kredit ke PT Sritex, Rabu (18/6/2025).

"Penyidik sudah menjadwalkan akan melakukan pemeriksaan lanjutan kepada yang bersangkutan pada hari Rabu, tanggal 18 Juni 2025," kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan, dikutip Selasa (17/6/2025).

Belum diketahui Iwan bakal memenuhi panggilan atau tidak. Harli menjelaskan Iwan Kurniawan bakal diperiksa sebagai saksi. Bos Sritex ini sebelumnya telah diperiksa sebanyak dua kali, yakni pada Senin (2/6) dan Selasa (10/6). 

Iwan Kurniawan sendiri akan dimintai keterangan atas jabatannya sebagai direktur di tiga anak perusahaan Sritex Group. Tiga anak usaha itu yakni PT Sinar Pantja Djaja, PT Biratex Industri, dan PT Primayuda Mandiri Jaya.

"Jadi ya PT Sritex ini punya unit-unit usaha, punya perusahaan-perusahaan. Jadi yang bersangkutan menjadi direktur sehingga sangat penting, sangat urgent bagi penyidik untuk melihat benang merah terkait soal penyaluran kredit," tuturnya.

Diketahui dalam kasus ini korupsi ini, Kejagung telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Ketiga tersangka itu adalah Komisaris Utama PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto; mantan Direktur Utama Bank DKI Jakarta Zainuddin Mapa; dan eks pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial BJB, Dicky Syahbandinata.

Ketiganya diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi dalam proses pemberian kredit oleh PT Bank BJB dan PT Bank DKI kepada PT Sritex dan entitas anak usaha yang ada di bawahnya.

"Dalam pemberian kredit kepada PT Sritex, tersangka DS dan ZM telah memberikan kredit secara melawan hukum karena tidak melakukan analisa yang memadai dan tidak menaati prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan," kata Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Rabu (21/5), dikutip dari Antara.

Akibat perbuatan tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp692.980.592.188.