Tanggapi Badai PHK Media, Komdigi dan Kemnaker Sedang Siapkan Regulasi
ERA.id - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menaruh perhatian terhadap fenomena PHK yang melanda pekerja media. Saat ini, pemerintah sedang berupaya agar kondisi PHK pekerja media tidak berdampak terlalu berat, terutama untuk para jurnalis dan karyawan media.
Kementerian Komdigi dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI sedang merumuskan upaya-upaya konstruktif untuk mencari jalan keluar dari gelombang PHK industri media.
Salah satu upayanya dengan melakukan penyesuaian di level Undang-Undang agar lahir kompetisi yang sehat dan berimbang antara media digital dan media konvensional. Karena menurut Komdigi, standar kualitas informasi media konvensional masih lebih diakui kebenarannya.
"Saat ini sebenarnya media mainstream masih menjadi acuan karena masih menerapkan etika penyiaran dibanding konten-konten di dunia digital,"
kata Sekjen Komdigi Ismail yang mewakili Wakil Menteri Komdigi Angga Raka Prabowo dalam webinar yang diselenggarakan oleh mahasiwa Program Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana, Sabtu (14/6/2025).
Komdigi juga mengingatkan pihak media untuk tidak melakukan PHK sepihak kepada para karyawan. Menurutnya, industri media harus mampu beradaptasi dengan perubahan teknologi yang semakin cepat. Karena fenomena sunset industri telah mengubah bisnis model, di antaranya dengan pergeseran penempatan iklan.
"Fenomena badai PHK di media atau sunset industry ini disebabkan oleh perubahan lifestyle dengan adanya teknologi digital. Akan ada titik keseimbangan baru, dan para jurnalis harus menyesuaikan dan meningkatkan kompetisinya untuk melakukan adaptasi di konteks dunia baru”, papar Ismail.
Untuk itu, dia menyatakan bahwa pemerintah berkomitmen dalam membantu percepatan digital ini. Karena katanya, perubahan adalah suatu keniscayaan
"Perubahan adalah sebuah keniscayaan, kita tidak bisa membendung perubahan teknologi. Pemerintah akan menjadi lokomotif dalam melakukan upaya cepat melakukan review untuk para stake holder dan masyarakat," kata Ismail.
Dalam webinar itu, turut hadir Ketua Asosiasi Sutradara Indonesia sekaligus praktisi media, Agung Cahyono dan Lektor Kepala Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana, Assoc. Prof. Dr. Afdal Makkuraga Putra, M.Si.
Akademisi Ilmu Komunikasi, Afdal Makkuraga Putra menyoroti pentingnya jaring pengaman atau regulasi yang kuat untuk melindungi pekerja kreatif dan pekerja media di tengah perubahan pola konsumsi masyarakat ini.
Karena katanya, ketika terjadi tekanan pada industri, yang terdampak lebih dulu dan menjadi korban adalah para karyawan.
"Dulu media konvensional itu terlembaga, namun hari ini orang bisa melakukannya secara individual dan user friendly, seperti yang dilakukan oleh para konten kreator. Sayangnya belum ada jaring pengamannya," kata Afdal dalam Webinar bertajuk "Badai PHK Terjang Industri Media, Salah Siapa?" yang disiarkan secara live di Youtube Mercu TV.
Meskipun begitu, Afddal meyakini, revolusi industri digital komunikasi ini bisa mewujudkan keseimbangan sosial yang baru. Karena katanya, disrupsi digital ini merupakan fenomena global yang tak bisa dihindari.
“Yang berubah adalah media (platformnya), namun profesinya akan tetap ada dengan banyak peluang di sektor komunikasi," kata Afdal
Senada dengan Afdal, Agung Cahyono atau yang akrab disapa Acay mengatakan bahwa televisi sebenenarnya masih menjadi media yang efektif untuk menjangkau pelosok Indonesia. Dia melihat, sebenarnya masih banyak peluang yang bisa diambil oleh para pekerja media, di antaranya dengan menghasilkan event-event seperti pagelaran olahraga ataupun konser dengan pendekatan yang sinematik.
"Senjakala industri televisi sudah terjadi, namun yang paling penting bahwa kita bisa melewatinya dengan indah, dan tetap beradaptasi dengan kemajuan zaman," kata Acay
Acay juga menyoroti nasib para pekerja kreatif yang terdampak disrupsi digital ini. Dalam paparannya yang berjudul “Apa Kabar Televisi?”, Acay menyinggung kehadiran Artificial Intelligent atau AI yang berpotensi menggeser peran pekerja kreatif media. Menurutnya pemerintah perlu memperhatikan kehadiran AI ini, dia juga meminta pemerintah untuk memikirkan reward system yang baik dan fair bagi para pekerja media.
“AI harus direspons sebagai pendukung, bukan sebagai pengganti manusia sebagai pencipta kreativitas. Semua membutuhkan kerja bersama dari berbagai stake holder untuk mendukung dan memastikan secara hukum dan ekonomi keberadaan para pekerja media ini”, kata program director yang sering memimpim event olahraga internasional itu
Dalam webinar ini, turut hadir Ketua Program Studi Magister Universitas Mercu Buana, sekaligus Dosen Ekonomi Politik Media Assoc. Prof. Dr. Heri Budianto, M.Si.
Dalam sambutannya, dia menyatakan bahwa dinamika ekonomi politik media tidak bisa dilepaskan dari perubahan lanskap digital dan pola konsumsi audiens.
"Ini adalah kontribusi dari kalangan akademisi untuk membuka ruang diskusi dan mencari solusi dari situasi sulit yang dihadapai oleh industry media saat ini”, kata Heri Budianto.