KPK Belum Bidik Ormas di Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji, Pilih Fokus ke Individu

ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut organisasi masyarakat atau ormas belum masuk ke dalam bidikan kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023-2024. 

"Sepanjang penyidikan sampai hari ini (Jumat 19/9), tidak ada mengarah kepada institusi ataupun organisasi masyarakat tertentu," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dikutip Antara, Senin (22/9/2025).

Lalu, kata Budi, penyidikan kasus tersebut masih berfokus pada peran pihak-pihak secara individu yang dinilai bertanggung jawab dalam perkara kuota haji.

"Dalam penyidikan perkara ini, KPK fokus mendalami peran-peran individu yang diduga terlibat terkait pembagian kuota haji tambahan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023-2024," ujarnya.

Sebelumnya, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024, yakni pada 9 Agustus 2025. Pengumuman dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam penyelidikan kasus tersebut pada 7 Agustus 2025.

Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus kuota haji tersebut.

Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.

Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan pihaknya telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.

Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.