Etanol dalam BBM, Ditolak Swasta, Diandalkan Pemerintah
ERA.id - Presiden Prabowo Subianto menyetujui mandatori campuran etanol 10 persen untuk bahan bakar minyak (BBM), dalam rangka mengurangi emisi karbon dan ketergantungan terhadap impor BBM.
“Kemarin malam sudah kami rapat dengan Bapak Presiden. Bapak Presiden sudah menyetujui untuk direncanakan mandatori 10 persen etanol (E10),” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, Selasa kemarin.
Dengan demikian, lanjut Bahlil, Indonesia akan mewajibkan campuran bensin dengan etanol untuk membuat BBM yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM.
“Agar tidak kita impor banyak dan juga untuk membuat minyak yang bersih, yang ramah lingkungan,” kata Bahlil.
Terkait rencana mandatori kandungan etanol 10 persen dalam campuran BBM, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menyampaikan siap untuk menjalankan program tersebut.
“Disampaikan Pak Menteri adalah mendorong ekosistem biofuel, kita sudah dengan B40, dan nanti dengan tahun depan, Pak Menteri sampaikan E10,” kata Simon.
Simon menyampaikan bahwa Pertamina mengambil langkah yang selaras dengan program pemerintah, utamanya untuk menjamin ketahanan energi nasional.
“Saat ini kami Pertamina sudah ada produk E5, yaitu Pertamax Green 95, jadi artinya itu 5 persennya adalah etanol,” ujar Simon.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menyampaikan mobil-mobil di Indonesia sudah kompatibel dengan kandungan etanol dalam bahan bakar minyak (BBM) hingga 20 persen.
Lebih lanjut, Eniya menjelaskan, Pertamina melalui produk Pertamax Green 95 melakukan uji coba pasar untuk bensin dengan kandungan etanol. Adapun bensin yang digunakan berbasis kepada Pertamax, karena Pertamax Green 95 merupakan BBM non-PSO atau non penugasan pemerintah.
Meski mobil-mobil di Indonesia sudah kompatibel dengan kandungan etanol di dalam BBM hingga 20 persen, Indonesia masih menganut campuran etanol sebesar 5 persen.
Kebijakan tersebut disebabkan oleh pemerintah yang masih mempertimbangkan ketersediaan bahan baku etanol di dalam negeri, seperti jagung dan tebu. Sedangkan, di negara-negara lain, kandungan etanol di dalam BBM sudah lumrah ditemukan, bahkan hingga 20 persen seperti di Amerika Serikat.
Minta abaikan isu negatif
Menyusul keputusan itu, PT Pertamina Patra Niaga mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh dengan isu negatif dan menyesatkan soal campuran etanol pada BBM. "Karena memang tujuannya untuk menekan emisi gas buang supaya lebih ramah lingkungan," kata Area Manager Communication, Relation anf CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah–DIY Taufik Kurniawan, di Semarang, Selasa kemarin.
Menurut dia, etanol sebenarnya merupakan hasil fermentasi dari bahan bakar nabati, seperti tebu, jagung, atau singkong yang diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan molase yang itu bisa digunakan untuk sebagian pendukung atau bahan baku dari BBM.
Ia mengatakan bahwa kandungan etanol secara khusus di Pertamax Green sebesar 5 persen, dan di beberapa produk BBM lain dengan kadar jauh lebih rendah. "(Campuran etanol, red.) Hasilnya, pembakarannya lebih bersih dan ini kami gunakan pada Pertamax Green sebesar 5 persen etanol," katanya.
Tak hanya mengurangi emisi karbon, kata dia, sifat etanol juga tidak merusak logam dan karet sehingga pembakarannya menjadi lebih sempurna.
Ditolak swasta
Sebelumnya SPBU Vivo dan BP batal membeli base fuel bahan bakar minyak (BBM) dari Pertamina karena ada kandungan etanol. Padahal, menurut Wakil Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Achmad, Muchtasyar dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR RI di Jakarta pada 1 Oktober lalu, Vivo sempat setuju membeli 40 ribu barel (base fuel) dari 100 ribu barel yang diimpor oleh Pertamina.
Achmad menjelaskan bahwa mundurnya Vivo disebabkan temuan etanol sekitar 3,5 persen pada hasil uji lab base fuel yang diimpor oleh Pertamina. Bila mengacu kepada regulasi, lanjut Achmad, kandungan etanol tersebut masih diperkenankan. Menurutnya ambang batas kandungan etanol yang diperkenankan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) adalah di bawah 20 persen.
“Ini (kandungan etanol) yang membuat teman-teman SPBU swasta tidak melanjutkan pembelian (base fuel), karena ada konten etanol tersebut,” ucapnya.
Tidak hanya Vivo, BP-AKR pun membatalkan kesepakatan untuk membeli BBM dari Pertamina. Batalnya kedua SPBU swasta membeli base fuel yang sudah diimpor oleh Pertamina menandakan tahap negosiasi antarbisnis (business to business/B2B) kembali ke titik awal, dan 100 ribu barel yang sudah diimpor oleh Pertamina tidak diserap oleh SPBU swasta.