Kisah Junko Furuta, Gadis Berprestasi yang Tewas Disiksa 40 Hari
ERA.id - Kasus kematian gadis bernama Junko Furuta meninggalkan bekas kengerian yang tak terhapuskan meski sudah terjadi sekitar 55 tahun lalu. Bukan sekadar kisah kejahatan biasa, tetapi tindakan paling keji, brutal, yang dilakukan manusia menghabisi nyawa Junko Furuta.
Tinggal bersama orang tua, kakak dan adik laki-lakinya di Misato, Prefektur Saitama, Junko Furota dikenal sebagai siswa berprestasi dan rajin. Ia yang berusia 17 tahun pun menyimpan mimpi sebagai penyanyi idola pada masanya.
Demi mewujudkan cita-citanya, Junko Furuta rela menghabiskan masa mudanya dengan mencari pundi-pundi uang dengan bekerja. Ia bahkan bekerja di pabrik percetakan plastik dan toko elektronik demi lulus sekolah dan wisuda.
Namun kehidupan Furuta seketika hancur pada 25 November 1988 malam. Saat itu, Furuta yang mengayuh sepeda sepulang bekerja diculik oleh empat remaja laki-laki.
Empat pelaku pembunuhan tersebut adalah Hiroshi Miyano, Jo Ogura, Shinji Minato, dan Yasushi Watanabe. Keempat pelaku sempat putus sekolah selama musim panas 1998 dan terlibat kejahatan organisir chinpira (anggota yakuza tingkat rendah).
Berbagai kejahatan mulai dilakukan bulan Oktober, seperti pencurian, penganiayaan, dan pemerkosaan. Mereka menggunakan rumah keluarga Minato di Adachi, Tokyo, sebagai tempat berkumpul.
Furota Disiksa 40 Hari, Diperkosa Bergilir
Kejahatan ini dimulai dari aksi Minato dan Hiroshi yang berkeliling dengan sepeda motor dengan niat merapok dan memperkosa para perempuan. Mereka pun melihat Furuta sedang dalam perjalanan pulang dari pekerjaan paruh waktu.
Rencana penculikan mereka dipimpin Miyano. Atas perintahnya, Minato menendang Furuta dari sepedanya, melarikan diri, lalu Miyano datang bagai pahlawan menawari Furuta pulang bersamanya.
Miyano membawa Furuta ke gudang terdekat setelah mendapat kepercayaannya. Memberi ancaman dengan mengatasnamakan dia anggota yakuza dan membiarkan Furuta hidup jika dia mengikuti perintahnya.
Hari selanjutnya, Furuta dibawa ke hotel di Adachi dan memperkosanya. Kemudian Miyano memamerkan perkosaan itu kepada Ogura, Ogura menyuruhnya tidak membiarkan Furuta pergi.
Keesokan pagi dini hari, Miyano membawa Furuta ke taman dekat hotel, disana sudah ada Ogura, Minato, dan Watanabe menunggu. Furuta diancam jika mencoba melarikan diri mereka tahu tempat tinggal Furuta dan akan membunuh keluarganya. Selama 40 hari Junko mengalami penyiksaan dan perlakuan kejam berulang kali.
Orang tua Furuta menghubungi polisi melaporkan kehilangan anak mereka pada 27 November. Para penculik memaksan Furuta menelepon ibunya tiga kali untuk menyakinkan bahwa dia aman bersama teman-temannya sekaligus menghentikan aksi penyelidikan lebih lanjut.
Furuta dipaksa untuk berpura-pura menjadi pacarnya ketika orang tua Minato berada di rumah. Orang tua Minato jelas tidak akan campur tangan dengan melapor ke polisi karena takut pada putra mereka sendiri.
Malam tanggal 28 November, tidak berempat lagi melainkan tambahan temannya Nakamura dan Ihara, melakukan pemerkosaan beramai-ramai terhadap Furuta.
Sebagai hukuman atas upaya melarikan diri, wajah Furuta dipukul berkali-berkali, dan Miyano membakar pergelangan kakinya dengan korek api. Furuta dipaksa menari telanjang diiringi musik, berdiri mengenakan pakaian minim di balkon tengah malam, serta memasukkan benda-benda aneh ke dalam alat kelaminnya.
Tidak hanya itu, Furuta dipaksa minum alkohol, susu, dan air dalam jumlah besar, merokok, menghirup uap pelarut cat. Bahkan Furuta yang tidak sengaja menginjak genangan urin Miyano mendapat siksaan dari para pelaku. Paha Furuta dibakar dan tangannya terkena cairan korek api beberapa kali.
Selama disiksa hingga diperkosa, Furuta sempat meminta agar para pelaku menghabisi nyawanya. Tetapi yang terjadi kekerasan yang dialami Furuta terus meningkat di penghujung bulan Desember dan mengalami malnutrisi parah karena hanya diberi susu.
Saat itu kondisi Furuta tidak lagi mampu berjalan ke toilet, terpaksa berbaring karena keadaannya melemah. Penampilan Furuta rusak parah akibat pukulan, wajahnya membengkak tidak bisa dikenali, dan keluar bau busuk dari lukanya.
Penyiksaan yang dialami Furuta tidak berhenti begitu saja. Pada malam sebelum 4 Januari 1989, Miyano kehilangan uang dalam permainan mahjong. Miyano pun melampiaskan amarahnya pada Furuta.
Dia (Miyano) menyalakan lilin, lalu meneteskan cairan panasnya ke wajah Furuta. Dua lilin diletakkan di kelopak matanya, dan ia dipaksa meminum urin sendiri. Belum puas, Furuta diangkat dan ditendang sampai jatuh ke unit stereo, ia mulai kejang kesakitan.
Pelaku menutupi tangan mereka dengan kantong plastik untuk mencegah terkan darah, memukul tinju dan bola besi latihan, lalu sadis menjatuhkan bola ke perut Furuta berkali-kali. Belum berhenti di situ, Miyano menyiram cairan pemantik api dan membakar tubuh Furuta. Tubuhnya terlalu lemah untuk berusaha memadamkannya, ia berhenti bergerak dan meninggal sekitar pukul 10 pagi.
Setelah puas menghabisi nyawa Furuta, para pelaku membungkus tubuhnya dengan selimut, memasukkannya ke dalam tas perjalanan besar, lalu menaruh tas tersebut ke dalam drum logam dan mengisinya dengan beton basah. Kemudian dibuang ke lahan kosong dekat lokasi konstruksi di pulau Wakasu, Koto, Tokyo.
Pelaku ditangkap setelah salah paham soal kasus penculikan
Awal tahun 1989 Miyano dan Ogura ditangkap karena kasus penculikan dan pemerkosaan terhadap seorang perempuan berusia 19 tahun. Polisi menemukan keterlibatan mereka dalam hilangnya Furuta karena selama proses interogasi Miyano salah paham mengira Ogura sudah mengaku tentang pembunuhan Junko Furuta.
Polisi melanjutkan proses informasi dan menemukan drum berisi mayat Junko Furuta pada 29 Maret 1989. Melalui pemeriksaan sidik jari, identitasnya dipastikan itu benar mayat Furuta. Tersangka lain seperti Shinji Minato, Yasushi Watanabe, saudara Minato, serta dua rekan lainnya Nakamura dan Ihara, ikut ditangkap.
Pengadilan kemudian menjatuhkan hukuman penjara yang berbeda-beda kepada para pemuda, Minato, antara 5 dan 9 tahun. Ogura, antara 5 dan 10 tahun. dan Miyano 20 tahun. Pemuda keempat, Yasushi Watanabe, yang saat itu berusia 16 tahun, menerima hukuman antara lima dan tujuh tahun.
Kasus Junko Furuta membuka mata publik betapa berbahayanya kekerasaan yang tidak terkendali dan perlunya hukuman yang lebih tegas bagi pelaku kejahatan berat. Pengingat pentingnya perlindungan yang lebih kuat untuk korban, seperti upaya mencegah kekerasan sejak awal.