Airlangga Jadi Beban Jokowi

Your browser doesn’t support HTML5 audio
Jakarta, era.id - Airlangga Hartarto menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri Perindustrian. Pengamat Politik Hendri Satrio mengatakan Airlangga sebaiknya meninggalkan kursinya di Kabinet Kerja. Musababnya, mencegah konflik kepentingan jika terus menjadi menteri.

Apalagi, sejak awal Presiden Joko Widodo telah mengimbau menterinya untuk tidak rangkap jabatan. Sebab itu, Hendri mendorong Airlangga segera mengundurkan diri, tanpa harus menunggu keputusan Jokowi.

"Bijak juga dia menyerahkan keputusan ini kepada Presiden Jokowi. Tapi, menurut saya, lebih tepat dia membantu Pak Jokowi dengan mengundurkan diri lebih dulu," ujar Hendri, di Jakarta.

Dalam Undang-undang Kementerian Negara, seorang menteri memang tidak dilarang menjadi petinggi partai. Namun, Hendri menilai tugas menteri yang bertanggung jawab atas perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan tak mudah dikelola dengan baik jika rangkap jabatan. 

Penilaian itu, lanjut Hendri, selaras dengan slogan yang dibangun Airlangga ketika dilantik menjadi Ketum Golkar pada 14 Desember 2017. Kala itu, Airlangga ingin mewujudkan partainya bersih, jauh dari tindakan yang dapat menimbulkan ancaman korupsi.

"Cita-cita Golkar tidak kecil, dia mengusung menuju Golkar bersih, Golkar bangkit. Jadi harus dibuktikan, bersih dan bangkit itu minimal tidak rangkap jabatan," tuturnya.

Jika langkah mengundurkan diri tidak diambil, Airlangga dianggap membebani Jokowi. Alasannya, fokus politikus Golkar itu akan terus bercabang, di partai dan kabinet. Padahal, jika berhenti, jatah kursi menteri tidak akan hilang atau direbut, karena tetap milik Golkar.

"Beban politiknya ada di Pak Jokowi, kalau Airlangga tidak mengundurkan diri sendiri. Lebih enak dia mengundurkan diri dan berkonsentrasi di Golkar," pungkas Hendri.

Tag: