Saat Mahfud MD Bandingkan Pemilu 2019 dengan Orde Baru
Ia mengatakan, pemilu saat ini dilaksanakan oleh lembaga-lembaga independen yang tidak bisa diintervensi pemerintah.
"Dulu di jaman Orde Baru, ketua penyelenggaranya LPU, lembaga pemilihan umum, dipimpin Mendagri. Ketuanya di daerah adalah gubernur, bupati, wali kota. Pengawasnya kejaksaan agung yang juga bagian dari LPU sendiri," kata Mahfud di Jakarta Pusat, Kamis (14/2/2019).
Itu berbeda dengan masa masa Orde Baru. Kata Mahfud, pada saat itu, tidak ada sebaran hasil survei sebelum Pemilu. Hasil pemilu baru bisa diketahui setelah ditetapkan pemerintah.
"Dulu zaman pak Harto wartawan enggak bisa memberitakan macam-macam, karena kalian (wartawan) bisa hilang. Sekarang, beritakan apa saja, kalau enggak benar bisa langsung dibantah oleh yang lain," paparnya.
Lebih lanjut, Mahfud negara juga sudah meminimalisir kemungkinan kecurangan pemilu dengan perundang-undangan, meski ia mengakui memang masih ada beberapa kecurangan yang melibatkan oknum penyelenggara pemilu.
"Seumpama KPU keliru, Negara menyediakan Bawaslu, jangan main-main. Seumpama KPU dan Bawaslu keliru bersama-sama, ada DKPP, itu semua di luar pemerintah," tuturnya.
Mahfud heran masih ada kalangan masyarakat yang menuduh KPU dan Bawaslu tidak netral. Bahkan pada pemilu sebelumnya ada tuduhan KPU melakukan manipulasi data untuk Jokowi dan Prabowo.
"Misalnya ada tuduhan suara yang dihitung Prabowo berkurang lima, namanya Jokowi bertambah lima. Itu tidak mungkin. KPU itu menghitung manual, saya kira konyol orang nuduh-nuduh gitu. Kok nuduh itu suaranya disedot, suara Prabowo disedot, lewat mana? Kan ada pemantau, ada pers, kerika dihitung semua pihak tanda tangan, sudah beda dong dengan Orde Baru," pungkasnya.