Mengapa Indonesia Tetap Harus Impor Jagung?

Gorontalo, era.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) bilang, empat tahun lalu negeri ini rata-rata impor jagung sebanyak 3,5 juta ton. Tapi tahun 2018, jumlahnya turun drastis, cuma 180.000 ton.

Siapa yang paling berjasa? Jokowi secara khusus berterima kasih kepada para petani jagung. Karena mereka, Indonesia kini tidak tergantung kepada jagung-jagung impor luar negeri. Sekarang disuplai hampir semuanya dari dalam negeri.

"Kecil sekali karena sudah bisa disuplai dari produksi para petani jagung," kata Presiden Jokowi ikut panen raya jagung, di Desa Botuwombatu, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, Jumat (1/3/2019).

Pemerintah meski pintar-pintar atur strategi meski mau produksi jagung semakin banyak. Jangan sampai kelebihan jagung malah bikin harga pasaran drop.

Makanya, dia setuju gagasan Gubernur Gorontalo supaya kalau ada kelebihan produksi, jangan semuanya masuk ke pasar di dalam negeri. Tapi ada juga sebagian yang harus diekspor.

"Untuk apa? Agar harga ini stabil pada posisi yang baik dan menguntungkan. Kalau produksinya semakin banyak dan kita tidak bisa menjualnya ke luar, harganya akan jatuh, rata-rata seperti itu," lanjut Jokowi.

Jokowi mengambil contoh tanaman cabai. Di saat harga tinggi, semua petani ramai-ramai menanam cabai. Hasilnya, begitu produksinya membludak, harganya jatuh. 

"Ini yang harus kita jaga. Kalau harga tinggi, misalnya cabai harga tinggi, ibu-ibu pasti semuanya mengeluh harga tinggi. Tetapi kalau harga jatuh, murah, petaninya yang teriak-teriak," kata Presiden.

Jadi sebenarnya bukan persoalan mudah mengatur ini semua. Ia ingat tahun 2014 akhir, harga jagung di Dompu, NTB saat panen. Banyak petani marah-marah karena harga jagung Rp1.400-Rp1.600. Akhirnya pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres), sehingga harga terdongkrak menjadi di atas Rp2.700 saat itu.

"Tapi juga sekali lagi kalau suplainya selalu banyak dan kita tidak bisa membuang sebagian produksi itu keluar harga bisa jatuh lagi," kata Jokowi mengingatkan.

Sulitnya mengendalikan harga jagung karena yang berproduksi itu tidak hanya di Gorontalo. Ada juga di Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, termasuk Sumatera.

Tag: komoditas impor