DPR Tolong Dengarkan Aspirasi dari Kalangan Disabilitas
"Kita mendukung, kemudian kita memberi masukan-masukan bahwasanya ketika ada beberapa anggota DPR mengatakan bahwa RUU ini target utamanya ada tiga yaitu perempuan, disabilitas dan anak,” kata Ketua HWDI Maulani Rotinsulu di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (8/3/2019).
Bagi Maulani, dengan DPR telah menyusun UU Penghapusan Kekerasan Seksual maka dirinya berharap penanganan aparat penegak hukum saat berinteraksi dengan korban-korban disabilitas, baik disabilitas anak dan perempuan jadi lebih baik.
Sebab Maulani menilai, belum melihat adanya upaya secara spesifik hal ini di dalam UU PKS. Seperti, bagaimana aparat penegak hukum mempersiapkan diri mereka untuk bisa melayani penyandang disabilitas.
“Karena itu nanti kita punya beberapa masukan untuk mereka terkait itu. Ke komisi VIII, kan mereka Panja-nya,” katanya.
Menurut Maulani, di dalam draf RUU PKS memang sudah menyentuh disabilitas. Namun, hal ini hanya bersifat imbauan dan tidak ada bagian tindakan yang dilakukan jika korbannya adalah kaum disabilitas.
“Draf sekarang sudah ada beberapa yang dimention, tapi kan cuma mention, mention anak disabilitas, perempuan disabilitas. Tapi how to treat them, kan sebagai orang yang mempunyai kesamaan dihadapan hukum itu belum kedengaran,” ucapnya.
Jika berkaca dengan UU No 8 tahun 2016, penuh dengan bagaimana cara, secara teknis seperti penyediaan aksesibilitas, penyediaan akomodasi yang layak, bagaimana pelayanan publik, dan bagaimana berinteraksi dengan penyandang disabilitas. Sedangkan dalam RUU PKS belum terlihat hal seperti itu.
“Terus ada satu yang kita juga angkat, ini kita juga usulkan pada RPP Perlindungan hukum akomodasi yang layak. Dalam peradilan di RPP turunan UU No 8, di situ kita mencantumkan adanya pendamping disabilitas. Jadi, ada pendamping sikologis, ada pendamping hukum, dan ada pendamping disabilitas. Misalkan saja, dia seorang tunawicara, nah pendampingnya adalah misalkan interpreteur bahasa isyarat,” tuturnya.