Melihat dari Dekat Perjuangan Manggala Agni Padamkan Karhutla

Rokan Hilir, era.id - Suara baling-baling helikopter membelah kesunyian kawasan Mumugo di Rokan Hilir, Bangsal Aceh dan Medang Kampai di Dumai. Tak ada api. Tapi meninggalkan petak-petak lahan kecoklatan bekas terbakar yang berhasil dipadamkan. 

Heli Bell 412 PK-DAS KLHK kemudian terbang rendah. Sejumlah orang terlihat berada di lahan yang panas dengan aroma lahan terbakar teramat menyengat itu. Tanah yang didominasi gambut itu masih hangat, bahkan terasa panas jika terinjak meski kita gunakan sepatu tebal. Hati-hati banyak jebakan, karena masih menyisakan banyak bara di mana-mana. 

Sekumpulan orang itu adalah Manggala Agni. Menerabas panas, bertaruh nyawa tanpa banyak yang tahu. Tapi merekalah ujung tombak negeri ini dalam menghadapi kebakaran hutan yang suatu saat muncul semaunya.

Mereka ini sudah siaga memadamkan Karhutla sejak awal Januari. Bahkan jauh sebelum Provinsi Riau menetapkan status siaga darurat. Mereka menjadi garda terdepan tiap dilaporkan terjadi kebakaran, yang mayoritas terjadi di lahan milik masyarakat. 

Tim manggala agni berjibaku padamkan api (Foto istimewa)

Kekuatan Daops Dumai ada 60 orang. Wilayah pekerjaannya tidak cuma di Dumai, tapi menjelajah hingga Bengkalis dan sebagian Rokan Hilir. Hampir setiap hari pasukan Manggala Agni turun ke lokasi, mulai dari yang bisa diakses roda empat, roda dua, bahkan akses jalan kaki. 

''Kami jauh dari pemberitaan, karena terkadang bekerja di lokasi yang jauh dari penglihatan dan jangkauan. Bagi kami tak masalah, karena yang terpenting adalah titik api bisa segera dipadamkan,'' ujar anggota Manggala Agni, Jusman.

Di antara asap, debu pekat, dan bara api di dalam gambut itu, empat pasukan Manggala Agni terus merengsek maju. Padahal beberapa meter ke depan, lidah api terlihat menjilat. Menghanguskan pepohonan, rerumputan, dan gambut di sekitarnya.

Batu Bintang, Dumai Barat, lokasinya 45 menit dari Bandara Pinang Kampai, Dumai. Cukup dekatan dengan pemukiman warga. Tapi lokasinya sulit dan tak bisa diakses kendaraan sehingga tim Manggala Agni harus membawa seluruh peralatan dengan berjalan kaki. Untuk mengakali stok air yang terbatas, dibuat embung-embung air dadakan. Luasnya sekitar 4x2 meter, dengan kedalaman lebih kurang 8 meter.

Tim manggala agni berjibaku padamkan api (Foto istimewa)

Dari embung inilah selang dipasang, dan kemudian ditarik manual untuk memadamkan jilatan api dari jarak paling terdekat. Mereka harus sangat berhati-hati, karena yang diinjak terkadang adalah api. Tim juga harus memperhatikan arah angin, karena asap yang menyelimuti lokasi membuat jarak pandang begitu terbatas. Terkadang angin bisa saja membuat jilatan api berputar mengelilingi mereka.

''Kalau lahan sudah terbakar begini, tak ada yang berani mengaku milik siapa. Pokoknya kalau sudah terbakar, jadi milik kami untuk segera dipadamkan,'' kata anggota Manggala Agni lainnya, Yanweli.

Lahan gambut yang mayoritas terbakar ini punya keunikan. Seperti kami bilang tadi, terlihat sekilas memang tak ada api. Tapi cobalah korek, di bawahnya tersimpan bara menyala. Jadi proses pendinginan tak kalah sulit dibanding pemadaman.

Tim manggala agni berjibaku padamkan api (Foto istimewa)

Untuk membantu proses pemadaman dengan debit air yang sedikit, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membekali tim MA di lapangan dengan zat adiktif. Bahan kimia ini akan dicampur dengan air, dan disemburkan menggunakan alat pemadam bernama nozzle air.

Dengan alat ini air bercampur bahan kimia yang ramah lingkungan, disemburkan dengan tiga posisi. Melintang, menyebar, dan satu lagi dengan posisi seperti 'disuntikkan' ke dalam tanah atau lahan gambut.

''Zat ini sangat membantu mempercepat proses pemadaman maupun pendinginan, karena menutup sumber oksigen api,'' terang Jusman.

 

Tag: kebakaran hutan