Pemilih Masih Bisa Pindah Lokasi Nyoblos Hingga H-7 Pemilu
Jakarta, era.id - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Mengurus Surat Pindah Memilih Kepada Pemilih yang Akan Daftar Pemilih Tambahan atau DPTb yang dalam sebelumnya batas waktu pengurusan 30 hari.
Putusan ini merujuk pada Pasal 210 Ayat 1 terkait aturan batas maksimal diperbolehkan pemilih pindah TPS. MK memutus batas waktu pemilih mengurus pindah memilih adalah tujuh hari sebelum pemungutan suara.
Frasa 'paling lambat 30 hari' pada Pasal 210 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. Menurut MK, jika pindah memilih dilakukan dalam kondisi tidak terduga, di luar kemampuan dan kemauan pemilih, maka pindah memilih bisa diurus hingga paling lambat tujuh hari sebelum hari-H pemungutan suara.
"Sepanjang tidak dimaknai paling lambat 30 hari sebelum hari pemungutan suara, kecuali bagi pemilih dalam kondisi tidak terduga di luar kemampuan dan kemauan pemilih. Karena sakit, tertimpa bencana alam, menjadi tahanan, serta karena menjalankan tugas pada saat pemungutan suara. Ditentukan paling lambat tujuh hari sebelum hari-H pemungutan suara," kata Ketua MK Anwar Usman saat pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2019).
Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, permintaan uji materi para pemohon, sepanjang ditujukan untuk melindungi hak memilih pemilih yang mengalami keadaan tertentu adalah beralasan menurut hukum. Namun tidak dengan mengubah batas waktu paling lambat 30 hari.
Putusan tersebut, menurutnya, merupakan salah satu cara untuk menjaga dan mewujudkan pemilu yang jujur dan adil dengan menerapkan pembatasan-pembatasan tertentu, baik terhadap hak pilih maupun terhadap proses atau tahapan pemilu yang dilaksanakan.
"Dengannya warga negara yang memiliki hak pilih dapat diidentifikasi sedemikian rupa, sehingga tidak ada orang yang tidak/belum berhak memilih memberikan suara dalam pemilu. Cara demikian diperlukan untuk menghindari terjadinya manipulasi dalam proses penyelenggaraan pemilu," kata Hakim Konstitusi Aswanto.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, yang menjadi salah satu pemohon uji materi ini, menyambut baik putusan MK memperbolehkan KPU untuk melayani pemilih yang pindah memilih atau daftar pemilih tambahan.
"Jadi, kalau memang sudah tidak cukup didistribusikan ke TPS yang ada, maka dia boleh dilayani dengan didirikan TPS dan diberi surat suaranya. Saya pikir ini penegasan sebagai bentuk perlindungan terhadap hak pilih warga yang memenuhi syarat untuk memjadi pemilih," jelas Titi.
Uji materi UU Pemilu soal peraturan DPTb ini awalnya diajukan oleh sejumlah penggiat pemilu yakni Titi Anggraini (Pemohon 1), Hadar Nafis Gumay (pemohon 2), Feri Amsari (pemohon 3), Augus Hendy (pemohon 4), A. Murogi bin Sabar (pemohon 5), Muhamad Nurul Huda (pemohon 6), dan Sutrisno (pemohon 7).