Tiga Pekan Berlalu, 318 Pejuang Demokrasi Gugur
Uang yang dikeluarkan pemerintah itu pun nyatanya tak seberapa, dibanding dengan nyawa 318 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang gugur sebagai pejuang demokrasi. Betul-betul ongkos yang tak mampu dibayar dengan apapun.
Hingga pagi ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat ada 2.550 KPPS yang sakit hingga meninggal dunia dalam penyelenggaraan pemilu. Jumlah itu tentunya terus bertambah sejak pencoblosan 17 April 2019.
"Rinciannya, sebanyak 318 orang meninggal dunia, sementara 2.232 lainnya mengalami sakit," ujar Sekjen KPU Arif Rahman Hakim kepada wartawan, Selasa (30/4/2019).
Sesuai kesepakatan Kementerian Keuangan RI (Kemenkeu RI), KPPS yang meninggal akan mendapatkan santunan sebesar Rp36 juta, nilai yang tak sebanding untuk harga sebuah nyawa. Kemudian cacat permanen sebesar Rp30,8 juta, luka berat sebesar Rp16,5 juta, dan luka sedang sebesar Rp8,25 juta.
Ilustrasi (Irfan/era.id)
"Untuk pembayaran santunan tidak ada tambahan anggaran untuk KPU. Pembayaran santunan menggunakan anggaran yang sudah ada di KPU dengan cara optimalisasi," kata Arif.
Optimalisasi yang dimaksud Arief adalah Kemenkeu meminta KPU menggunakan anggaran yang sudah ada di KPU. Misalnya, menggeser sisa anggaran tahapan sebagai pembayaran santunan.
"Saat ini kami sedang menyiapkan revisi anggaran untuk pembayaran santunan tersebut yang besarnya akan kami siapkan, sekitar Rp40 miliar sampai dengan Rp50 miliar," ungkap dia.
Selain itu, KPU juga akan melakukan validasi data kepada petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang mengalami musibah, meskipun Kementerian Keungan telah menyetujui besaran dana santunan yang akan diberikan.
Validasi tersebut akan dibuat dalam bentuk petunjuk teknis untuk diferiviksai oleh keluarga KPPS, baik yang jatuh sakit hingga meninggal dunia.