Perjuangan Sang Ayah Mencari Keadilan Pascarusuh 21-22 Mei

Jakarta, era.id - Air mata Didin Wahyudin seketika tumpah saat menemui Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan anggota Komisi III Muhammad Syafi'i. Barangkali ia tak pernah bermimpi menginjakkan kaki di tempat para wakil rakyat bekerja untuk mengadukan meninggalnya sang anak Harun Al Rasyid (15) saat kericuhan 21-22 Mei terjadi. 

Dalam pertemuan itu, Didin berharap pemerintah dapat memberikan keadilan bagi keluarganya dengan mengusut tuntas kasus kematian anaknya.

"Saya minta keadilan saja karena anak saya ini masih di bawah umur jadi korban penembakan. Saya minta keadilan," ujar Didin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2019).

Didin mengaku sempat kesulitan ketika mau mengambil jenazah Harun untuk dibawa pulang. Kata Didin, malah jenazah putranya itu baru bisa diambil keesokan harinya.

"Padahal malam itu saya ingin sekali anak saya buru-buru dibawa pulang. Jadi Malam itu saya enggak tahan untuk berjalan, sudah lemas. Saya wakilkan pada adik saya dan orang tua saya, bapak saya untuk ambil jenazah di Kramat Jati," tuturnya.

Menurut Didin, jenazah anaknya ditemukan di RS Polri Kramat Jati. Sebelumnya, jenazah Harun sempat disemayamkan di RS Dharmais, kemudian dipindahkan ke RS Polri Kramat Jati karena identitasnya tidak diketahui.

Dalam kesempatan yang sama, tim kuasa hukum pihak keluarga korban juga menyerahkan bukti-bukti kekerasan yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian kepada Fadli Zon.

Salah satu tim kuasa hukum, Kamil Pasha mengatakan pihaknya memiliki 32 bukti berupa video dan foto yang sudah diserahkan kepada DPR RI. Kamil mengaku pihaknya berhasil memverifikasi delapan dari 10 korban meninggal dunia yang terjadi saat kericuhan. 

Sementara itu, Ketua Tim Advokasi Keluarga Korban, Imar Syafruddin mengatakan pihaknya juga menuntut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengusut kasus kematian korban hingga tuntas.

"Pelakunya harus dilakukan pengusutan secara tuntas siapa-siapa pelakunya, keadilan harus ditegakkan di Indonesia. Inilah kita bikin laporan, dan mengharapkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," jelasnya.

Apalagi, kata Ismar, kasus ini merupakan pidana umum dan bukan termasuk delik aduan. Sehingga, tidak perlu ada yang melakukan laporan ketika sudah terjadi suatu peristiwa hukum, otomatis sudah menjadi kewajiban pihak kepolisian melakukan pengusutan dan penyelidikan.

Mengingat kembali, aksi unjuk rasa yang terjadi pada 21 siang hingga 22 Mei 2019 dini hari di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berakhir ricuh. Harun Al Rasyid menjadi salah satu dari tujuh korban meninggal dunia berdasarkan keterangan dari kepolisian.

 

Tag: demo di bawaslu