Cita-cita Satu Dekade Prabowo ingin Jadi Penguasa Negeri

Jakarta, era.id - Setidaknya dalam satu dekade terakhir, Prabowo Subianto berusaha menjadi orang nomor satu di negeri ini. Malah ini jadi pertemuan kedua Prabowo dengan Joko Widodo dalam kontestasi pemilihan presiden sejak lima tahun silam.

Perjalanan Prabowo mengikuti kontestasi pemilihan presiden dimulai sejak Pilpres 2009. Dalam Pilpres waktu itu, Prabowo Subianto maju dari Partai Gerindra menjadi calon wakil presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri.

Kala itu pilpres berlangsung dalam satu putaran. Sebab pasangan SBY-Boediono meraup mayoritas suara 73.874.562 (60,80 persen),  jauh meninggalkan dua kandidat lainnya yakni Megawati-Prabowo yang meraih suara 32.548.105 (26,79 persen), dan JK-Wiranto 15.081.814 (12,41 persen).

Kekalahan pada Pilpres 2009 tak membuat Prabowo kehilangan asa. Ia kembali mencoba peruntungannya dalam Pilpres 2014. 

Sebagian dari kita mungkin masih mengingat pertarungan kedua Prabowo dan Jokowi dalam Pilpres 2014 lalu. Di mana kala itu, Prabowo berpasangan dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa sebagai cawapresnya.

Kala itu, Prabowo memberikan narasi dengan mengklaim kemenangan berdasarkan hasil hitung cepat lembaga survei yang ia gunakan untuk internal pemenangan Prabowo-Hatta.

Di saat Prabowo menyampaikan pidato kemenangannya atas hasil perhitungan internal. Lembaga-lembaga survei publik saat itu justru mengunggulkan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla. 

Hasil hitung cepat lembaga survei, kemudian dikuatkan dengan rekapitulasi hasil hitung resmi (real count) KPU yang menetapkan pasangan Jokowi-JK unggul dengan perolehan suara sebesar 53,15 persen. Sementara Prabowo-Hatta Rajasa hanya memperoleh suara sebesar 46,85 persen.

Penetapan hasil Pilpres 2014 pada 22 Juli 2014 menjadi titik tolak bagi upaya baru Prabowo. "Perjuangan ini baru akan kita mulai Saudara-saudara," kata Prabowo setelah membacakan pernyataan sikap penolakan hasil pemilu presiden dari secarik kertas saat itu.

Dengan dalil dugaan telah terjadi kecurangan secara sistematis, struktural, dan masif, Prabowo berupaya untuk mendapatkan keadilan. Hingga pada akhirnya Prabowo-Hatta mendaftarkan gugatan hasil Pilpres 2014 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Selain menggugat ke MK, kubu Prabowo juga menempuh jalur hukum lainnya untuk memperkarakan hasil Pemilu Presiden 2014. Misalnya mengajukan gugatan ke ranah etik dengan mengadu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), sekaligus menggunakan jalur administrasi negara lewat gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara. 

Prabowo Subianto (Foto via Twitter pribadi)

Hal-hal yang kembali terulang

Sampai pada proses sini, kita tahu kalau Prabowo masih menggulirkan narasi dan argumen yang sama seperti dilakukannya pada Pilpres 2014. Bahkan tak sedikit yang bilang kalau pemilu tahun ini merupakan ajang re-match, Prabowo dengan Jokowi.

Di proses MK saat itu pun kubu Prabowo mengatakan kalau penghitungan suara Pilpres 2014 tidak sah menurut hukum. Alasannya, perolehan suara Jokowi-JK dinilai diperoleh melalui cara-cara yang melawan hukum atau disertai dengan tindakan penyalahgunaan kewenangan oleh KPU. 

Kubu Prabowo-Hatta juga meminta MK menyatakan perolehan suara yang benar adalah yang dicantumkan dalam berkas gugatan, yakni pasangan Prabowo-Hatta dengan 67.139.153 suara dan pasangan Jokowi-JK dengan 66.435.124 suara. Jika tidak meminta MK

untuk menggelar pemungutan suara ulang di sejumlah tempat pemungutan suara yang menurut kubu Prabowo-Hatta bermasalah. 

Narasi gugatan itu sepertinya kembali terulang, lima tahun kemudian. Tepatnya saat ini kuasa hukum Prabowo-Sandiaga juga menggugat hasil Pilpres 2019 ke MK, dengan melampirkan tujuh gugatan. 

Mulai dari meminta MK membatalkan keputusan KPU Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019. Menyatakan Capres Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis dan masif.

"Meminta MK membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan Jokowi-Ma'ruf amin sebagai peserta Pilpres 2019 dan Menetapkan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024. Atau setidaknya memerintahkan KPU untuk melaksanakan pemilu ulang," kutip era.id dari berkas petitum gugatan tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga, Minggu (26/5).

Mungkin beberapa momen yang terjadi saat ini, merupakan kejadian yang pernah terulang sebelumnya. Hanya saja yang jadi pertanyaannya, akankan putusan MK tahun ini menjadi akhir dari satu dekade upaya Prabowo menuju kursi RI 1? Atau dia tetap berkeras bahwa putusan itu justru awal perjuangan? Saat ini publik hanya bisa menunggu.

 

Tag: perlawanan terakhir prabowo