Ulasan Yesterday-Selamat Berkat The Beatles

Jakarta, era.id -  Sejak awal dilempar dalam bentuk trailer sepanjang 3,11 menit, Yesterday langsung menarik perhatian. Dengan premis yang sangat menjanjikan, Yesterday hadir sebagai salah satu film yang sangat dinantikan. Meski begitu, dalam versi 116 menit penayangannya, Yesterday hadir sebagai drama komedi biasa. Tak buruk, hanya tak seistimewa karya Danny Boyle lainnya. Tanpa The Beatles, Yesterday hanya drama komedi basi.

Yesterday bercerita tentang seorang musisi amatir asal Inggris, Jack Malik (Himesh Patel) dan segala mimpi besarnya menjadi bintang. Jack menjalani karier amatirnya dari sudut jalan ke sudut jalan lain. Ia melompat dari kafetaria, ke bar, hingga mengisi panggung kosong di Latitude Festival. Segala perjalanan itu Jack lalui bersama manajernya, Ellie Appleton (Lily James).

Suatu hari, Jack mengalami peristiwa aneh. Saat bersepeda pulang dari Latitude Festival, ia ditabrak bus. Kecelakaan itu terjadi berbarengan dengan putusnya aliran listrik di seluruh dunia selama 12 detik. Kecelakaan itu jadi awal berjalannya seluruh dunia fantasi Boyle. Sejak kecelakaan Jack dan terputusnya aliran listrik itu, dunia tak lagi mengenal The Beatles.

Situasi itu Jack manfaatkan. Ia kemudian mengklaim lagu-lagu The Beatles sebagai karyanya. Karier Jack pun meroket sejak itu. Ed Sheeran mengundangnya sebagai penyanyi pembuka konsernya di Moskow, Rusia. Debra (Kate McKinon), manajer Ed Sheeran kemudian mengorbitkan Jack. Lewat Jack, seluruh dunia pun hanyut dalam karya-karya fantastis The Beatles.

Kisah Yesterday terasa seperti drama pada umumnya. Pergolakan batin dalam diri Jack jadi konflik yang diangkat. Popularitas yang Jack rasakan hampa, sebab ia hidup tidak bersama karyanya. Romansa antara Jack dan Ellie juga jadi pelengkap. Jack dihadapkan pada pilihan antara memperjuangkan cintanya kepada Ellie atau melanjutkan seluruh popularitas semu yang baru saja ia mulai.

Membayangkan karya-karya Boyle terdahulu, Slumdog Millionaire (2008), Trainspotting (1996), The Beach (2000), atau yang paling fantasiah macam Trance (2013), 28 Days Later (2002), serta Sunshine (2007), Yesterday tanpa fantasi dan perspektif tentang The Beatles --yang ditanamkan di dalam film-- rasanya akan jadi salah satu film Boyle yang paling 'menyedihkan'.

Meski begitu, deretan lagu The Beatles dalam film ini jadi penghargaan menarik bagi katalog karya The Fab Four. Sebelumnya, drama musikal karya Julie Taymor, Across The Universe (2007) yang menghadirkan suasana serupa. Namun, Yesterday lebih dari itu. Lagu-lagu The Beatles tak hanya menjadi pembangun suasana, tapi juga menjadi benang yang mengikat tiap-tiap plot.

 

Kebesaran The Beatles

Tapi, begitulah cara Boyle dan sang penulis skenario, Richard Curtis (Love Actually, Four Weddings And A Funeral, dan Notting Hill) menciptakan Yesterday. Sentuhan drama ciamik ala Curtis tak dapat dirasakan. Barangkali hanya pecinta The Beatles yang akan memahami bagaimana indahnya Boyle menggambarkan dunia fantasi ini. Rasanya sungguh menggelitik, membayangkan dunia tanpa The Beatles.

Dunia fantasi itu sejatinya berhasil dijahit dengan baik oleh Boyle. Tak hanya menjahitnya, Boyle juga berhasil menanamkan nilai-nilai yang menggambarkan kebesaran The Beatles dan karya-karyanya. Melihat seluruh dunia menyanyikan She Loves You, All You Need Is Love, atau Back In The USSR, adalah pandangan menakjubkan di layar.

Boyle berupaya menggambarkan The Beatles dalam sosok Jack --setidaknya secara industrial, bagaimana seluruh karya The Beatles selalu menempati popularitas tertinggi, bagaimana segala hal tentang The Beatles adalah uang. Gambaran ini tercurahkan jelas lewat judul album yang diangkat John, Paul. George, Ringo: "Beatles For Sale".

Nilai lain tentang The Beatles digambarkan ketika Jack kembali ke Liverpool di sela-sela proses rekaman albumnya. Saat itu, Jack menyambangi sejumlah situs kramat bagi pecinta The Beatles: Strawberry Field, Jalan Penny Lane, atau makam Eleanor Rigby, seorang sebatang kara yang menurut banyak teori menginspirasi lagu dari Eleanor Rigby yang ditulis John dan Paul.

Perjalanan Jack itu jadi benang yang mengantarkan penonton pada sebuah adegan penting di belakang, yaitu ketika ada dua orang menemui Jack. Salah satunya --perempuan-- berkata kepada Jack, bahwa ia tak akan bisa menulis lagu tentang tempat-tempat yang belum ia datangi. Lewat kalimat itu, Boyle berusaha menjelaskan, bahwa The Beatles adalah band yang selalu memberi nyawa di dalam lagu-lagunya.

Dua orang itu nyatanya jadi karakter penting yang membawa nilai-nilai kebesaran The Beatles di dalam film. Kepada Jack, dua orang itu mengucapkan terimakasih. Lewat Jack, seluruh dunia dapat mengenal karya The Beatles. Dalam dunia fantasi Boyle, hanya Jack dan dua orang lain itu yang masih mengenali The Beatles di alam bawah sadarnya. Bagi mereka, The Beatles dan karya-karyanya adalah warisan bagi peradaban.

Cocok, memang. The Beatles adalah gambaran peradaban. The Beatles selalu berevolusi. Mengikuti lagu-lagu The Beatles adalah mengikuti perjalanan John, Paul, George, dan Ringo, serta berjalanannya dunia. The Beatles adalah gambaran sejati bagaimana musik membawa pengaruh besar pada peradaban dan kehidupan di dalamnya, terutama soal bagaimana The Beatles konsisten menyuarakan cinta, perdamaian, keadilan, mimpi, serta berbagai hal baik lain yang dibutuhkan dunia saat ini.

Seperti sebuah kutipan penting dalam film ini: Dunia tanpa The Beatles adalah dunia yang buruk.

Tag: resensi film