Dalih Anies Soal Kualitas Udara Buruk di DKI

Jakarta, era.id - Hari Lingkungan Hidup Sedunia setiap tanggal 5 Juni membangkitkan isu soal polusi udara di Jakarta yang tidak sehat. Pada H-1 sebelum Lebaran atau 4 Juni 2019, tingkat partikel polusi yang sangat berbahaya PM2,5 harian mencapai 70,8 ug/m3, berada di atas baku mutu udara nasional sebesar 65 ug/m3. 

Jika dipantau lewat aplikasi pemantau kualitas udara global AirVisual, beberapa kali Jakarta menempati urutan pertama predikat kota dengan kualitas udara terburuk sedunia. 

Ditambah lagi, sejumlah organisasi lingkungan dan beberapa warga menggugat pemerintah ke pengadilan, baik pemerintah pusat dan Pemprov DKI, atas dampak tercemarnya udara di Ibu Kota. 

Anies Baswedan selaku Gubernur DKI mau tak mau harus ambil pusing untuk mencari tahu penyebab buruknya kualitas udara di Jakarta dan mencari cara menanggulanginya. 

Anies pun beberapa kali berdalih soal penyebab polusi udara di DKI. Pada Kamis (6/6) lalu, ia mengatakan bahwa salah satu sumber pencemar udara Jakarta berasal dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

Berdasarkan data yang dimiliki Greenpeace, Ada 8 buah PLTU (22 unit) ditambah dengan rencana penambahan 4 buah PLTU Batubara baru (7 unit) yang berada dalam radius 100 km dari Jakarta. 

"Saya mau presentasikan khusus karena komponen polusi Jakarta bukan hanya kendaraan bermotor tapi yang juga yang besar adalah pembangkit listrik tenaga batubara," ujar Anies. 

Kemudian, pada Senin (10/6), Anies menyinggung 17 juta kendaraan bermotor yang tiap hari berlalu-lalang di Jakarta turut menyumbang peningkatan buruknya kualitas udara. 

"Di Jakarta ini kita memiliki 17 juta kendaraan bermotor dengan 17 juta kendaraan bermotor maka bisa dibayangkan kualitas udara yang dihasilkan akibat dari residu polutan itu," kata dia.

Pantauan Airvisual Jakarta pagi ini (Airvisual)

Sebagai anak buah Anies, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Andono Warih pada Kamis (25/7) menambahkan, faktor tingginya pencemaran udara DKI yakni karena imbas dari pengerjaan revitalisasi trotoar seperti di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.

"Saya kemarin dapat laporan dari teman-teman laboratorium LH, di seputaran Thamrin dan Cikini ada pembenahan trotoar. Kebetulan titik pengukuran kami pun termonitor. Jadi akan berpengaruh," tutur Andono. 

Tak berhenti sampai di situ. Pada Selasa (31/7), Anies mendapat data bahwa polusi udara malah meningkat di waktu-waktu yang minim kegiatan seperti saat dini hari jelang pagi hari. Kasus ini ia temukan di wilayah Jagakarsa, Jakarta Selatan. 

Anies mencurigai lalu-lalang kendaraan berat yang melintasi jalur tol di Ibu Kota khususnya di jalur Jakarta Outer Ring Road (JORR) memiliki andil besar dalam pencemaran udara di Jakarta. 

"Angka polusi udara tinggi di daerah pusat perkotaan, tapi berdasarkan angka kita yang tinggi stasiun di Jagakarsa, di mana merupakan daerah minim kegiatan, di pagi hari justru angkanya tinggi," kata Anies. 

"Kita sedang cari apakah terkait ini dengan volume kendaraan berat di sekitar JORR yang cukup tinggi di malam hari. Kita akan bicara mengenai sumber yang paling penting," tambahnya. 

Tapi, Anies sadar bahwa dirinya tak cukup penyebab pencemaran udara yang tinggi. Atas hal itu, ia juga berencana mengeluarkan kebijakan pengurangan polusi udara. 

Beberapa di antaranya adalah mengeluarkan syarat uji emisi pada kendaraan bermotor yang direncanakan dimulai pada 2020 mendatang, lalu menggencarkan penanaman lidah mertua di pengarangan rumah warga, mengimbau warganya untuk beralih menggunakan transportasi umum, serta melarang penggunaan generator atau genset bahan bakar minyak di setiap kegiatan di Ibu Kota.

Tag: becak di jakarta pemprov dki jakarta