Bawang Putih Impor Antar Kader PDIP ke Rutan KPK

Jakarta, era.id - KPK menetapkan Anggota DPR RI Komisi VI Nyoman Dhamantra (kader PDI Perjuangan) sebagai tersangka dugaan suap terkait pengurusan izin impor bawang putih tahun 2019.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, penangkapan Nyoman ini diawali setelah terendusnya transaksi suap pengurusan kuota dan izin impor bawang putih tahun 2019. 

Tim penindakan yang telah memastikan transaksi itu benar-benar terjadi, langsung menangkap enam orang pertama di sebuah pusat perbelanjaan di wilayah Jakarta Selatan Rabu (7/8) pukul  21.00 WIB. 

Enam orang yang ditangkap ini salah satunya adalah Mirawati Basri yang juga orang kepercayaan Nyoman. Dari penangkapan itu, KPK menyita uang sebesar 50 ribu dolar Singapura.

Selain melakukan operasi senyap di pusat perbelanjaan, lembaga antirasuah ini juga bergerak ke salah satu hotel di wilayah Jakarta Barat dan mengamankan Doddy Wahyudi dan Chandry Suanda yang merupakan pihak swasta. 

Saat menangkap Doddy, KPK mendapatkan bukti transfer sebesar Rp2,1 miliar ke rekening seorang kasir money changer Indocev. Tak hanya itu, tim ini juga bergerak menangkap Zulfikar yang juga berasal dari pihak swasta di kediamannya Cosmo Park, Jakarta Pusat pukul 23.30 WIB.

Kerja ini masih belum selesai, Kamis (8/8) KPK menangkap pihak swasta yang diduga terlibat dalam kasus ini, termasuk Nyoman.  "Siangnya (Kamis, 8 Agustus) pukul 13.30 WIB tim mengamankan INY, anggota DPR RI yang baru tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten setelah menempuh perjalanan dari Bali," kata Agus saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selata, Kamis (8/8/2019) malam.

Terakhir, KPK kemudian menangkap seorang pegawai money changer Indocev di salah satu pusat perbelanjaan yaitu Ulfa pada pukul 19.00 WIB.

Usai memeriksa mereka yang ditangkap, KPK menetapkan enam di antaranya sebagai tersangka. 

Sebagai pihak penerima, lembaga antirasuah ini Anggota DPR 2014-2019 INY (I Nyoman Dhamantra), orang kepercayaan INY, MBS (Mirawati Basri), dan ELV (Elviyanto) swasta.

Sementara sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan tiga unsur swasta yaitu CSU alias Afung (Chandry Suanda), DDW (Doddy Wahyudi), dan ZFK (Zulfikar).

Uang Rp2 miliar untuk suap Nyoman Dhamantra

Dalam kasus tersebut, Nyoman diduga menerima suap hingga Rp2 miliar pemilik PT. Cahaya Sakti Agro (PT CSA) Chandry Suanda dan pihak swasta Doddy Wahyudi yang punya kepentingan impor bawang putih.

"DDW (Doddy Wahyudi) mentransfer Rp 2 miliar ke rekening kasir money changer milik INY (I Nyoman Dhamantra). Rp 2 miliar tersebut direncanakan untuk digunakan mengurus SPI (Surat Persetujuan Impor)," ungkap Agus.

Doddy dan Chandry kemudian diduga bekerja sama untuk pengurusan izin impor bawang putih tahun 2019. Doddy yang sebelumnya pernah mengalami kebuntuan pengurusan izin lantas berkenalan dengan Zulfikar yang punya kolega berpengaruh untuk pengurusan izin.

Zulfikar disebut memiliki koneksi dengan Mirawati Basri dan Elviyanto yang diketahui dekat dengan Dhamantra selaku Anggota Komisi VI DPR RI.

Setelah perkenalan, Doddy, Zulfikar, Mirawati dan Dhamantra diduga melakukan sejumlah pertemuan untuk membahas perizinan impor bawang putih dan kesepakatan fee. Ada permintaan fee dari Dhamantra lewat Mirawati senilai Rp 3,6 miliar dan komitmen fee Rp 1.700-Rp. 1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor.

Komitmen fee ini, digunakan untuk mengurus perizinan kuota impor 20 ribu ton dari beberapa perusahaan termasuk perusahaan milik Chandry. Hanya saja, saat itu Chandry disebut belum memiliki uang untuk membayar fee itu. Sehingga dia meminjam dari Zulfikar dan menjanjikan bunga sebesar Rp100 juta perbulan jika impor terealisasi.

Dari total Rp3,6 miliar itu, Agus bilang, baru Rp2,1 miliar saja yang terealisasi sebagai uang penguncian kuota impor yang diimpor atau sebagai 'Lock Kuota'.

"Pada tanggal 7 Agustus 2019 sekitar pukul 14.00 WIB, ZFK mentransfer Rp2,1 miliar kepada DDW, kemudian DDW mentransfer Rp2 miliar ke rekening kasir money changer milik INY. Uang tersebut direncanakan untuk mengurus SPI," ungkap Agus.

"Sedangkan Rp100 jutanya masih berada di rekening DDW yang akan digunakan untuk operasional pengurusan izin. Saat ini rekening itu dalam kondisi diblokir KPK," imbuhnya.

Akibat perbuatannya, sebagai pihak penerima Nyoman, Mirawati, dan Elviyanto lantas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara sebagai pemberi Chandry, Doddy, dan Zulfikar disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Usai menjalani pemeriksaan KPK pun segera menahan enam orang tersebut di Rutan KPK selama 20 hari ke depan. "Penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, kepada wartawan, Jumat (9/8/2019) dini hari.

Enam orang itu ditahan secara terpisah. Nyoman Dhamantra ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur, Mirawati Basri dan Elviyanto ditahan Rutan Klas I Cabang KPK. Sedangkan Doddy Wahyudi dan Zulfikar ditahan di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur.

Tag: kpk ott anggota dpr sekjen pdi perjuangan hasto kristiyanto