Upacara 17 Agustus di Pulau Reklamasi Dianggap Bermuatan Politis
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono melihat keputusan Gubernur DKI Anies Baswedan itu sebagai langkah politis. Anies terkesan ingin memperlihatkan bahwa kawasan tersebut sudah lepas dari kontroversi.
"Itu Kebijakan yang sangat politis. (Terlihat) mencari legitimasi, padahal faktanya di tengah masyarakat masih menjadi perdebatan," tutur Gembong di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2019).
Meskipun Anies telah menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) pada 932 bangunan di pulau D, faktanya belum ada landasan hukum yang jelas dari perizinan tersebut.
Mengingat, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta saja belum dibuat dan masih dalam tahap penggodokan.
Atas dasar itulah, Gembong tidak menyetujui pelaksanaan upacara perayaan Hari Kemerdekaan di pulau reklamasi.
"Kita jauh lebih setuju apabila pelaksanaan upacara kemerdekaan dilakukan di Balai Kota, Monas, itu jauh lebih sakral, dibandingkan di pulau yang kontroversi," tutur Gembong.
"Apapun faktanya, pulau itu masih mempunyai kontroversi di masyarakat, ngapain pak anies mencoba membuat kegiatan di tengah-tengah lahan yang notabene masih dipersoalkan masyarakat," lanjutnya.
Di sisi lain, Anies punya alasan mengapa dia ingin mengadakan upacara 17 Agustus di pulau D. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini ingin memperlihatkan pada publik bahwa kawasan ini tak lagi menjadi wilayah eksklusif.
"Kita menyelenggarakan upacara di sana, sebagai simbol bahwa itu tanah kita, itu air kita. Kita selenggarakan peringatan kemerdekaan tanah air ini di hasil tanah yang dulunya dikuasai dan tertutup oleh swasta," tutur Anies.
"Jadi ini adalah sebuah pesan tidak ada wilayah eksklusif. Karena, itu kita selenggarakan upacara bendera si tempat itu menandai itu bahwa tanah di bawah kibaran merah putih," tambahnya.