Mencari Lubang di Sisi Presiden Jokowi

Jakarta, era.id - Lobi-lobi politik makin gencar dilakukan pasca-terpilihnya Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden. Partai-partai pendukung terus mencari lubang-lubang yang dapat diisi, termasuk kursi-kursi menteri.

Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KODE) Inisiatif, Veri Junaidi menilai ada salah kaprah di tengah partai politik terkait jatah kursi menteri. Dia menilai, sebenarnya Presiden terpilih, Joko Widodo punya hak prerogatif secara penuh untuk menentukan siapa calon pembantunya di periode 2019-2024. 

Veri menekankan, Jokowi harusnya punya keleluasaan penuh untuk memilih orang terbaik yang bisa membantunya pada periode mendatang. Sehingga, dia menyayangkan adanya permintaan kursi dari partai pendukung Jokowi yang seringkali disampaikan elite partai pada banyak kesempatan.

"Dalam proses pemilihan menteri ini sebenarnya tidak ada seharusnya isu soal jatah kursi menteri oleh partai politik. Dalam konteks kepemiluan maupun hukum tata negara, tidak ada pemilihan menteri ini ada namanya jatah partai untuk menaruh kadernya di kabinet," kata Veri di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2019).

Dia menjelaskan, proses kepartaian dalam memberikan dukungannya sebenarnya berhenti ketika presiden telah terpilih. Sehingga, harusnya Jokowi sebagai presiden terpilih bisa memilih siapapun tanpa tekanan dari pihak manapun untuk menentukan menteri yang sesuai dengan kapasitas serta visi dan misi ke depan.

"Misalnya ada yang menyodorkan 10 nama, ada yang menyodorkan 40 nama. Nah, ini yang menurut saya kemudian salah kaprah dalam proses pengisian kementerian," tegas Veri.

Meski begitu, dia tak menampik permintaan jatah-jatah tersebut sebenarnya merupakan hal yang biasa. Tak hanya itu, Veri juga menilai, Jokowi bisa mendengarkan saran atau masukan dari partai pengusungnya. 

Apalagi, nantinya mantan Gubernur DKI Jakarta ini masih memerlukan dukungan dari partai pengusungnya di parlemen untuk kebijakan-kebijakan yang bakal diambilnya. "Presiden harus membangun relasi dengan legislator. Ini konteksnya dalam presidensil," ujarnya.

"Tapi siapapun yang dipilih oleh Presiden ya itu memang hak prerogatifnya," imbuhnya.

Jokowi harus bisa membaca alasan partai minta jatah menteri

Veri kemudian menekankan untuk memilih menterinya, Jokowi harus bisa membaca alasan kenapa partai politik meminta jatah kursi di kementerian tertentu. 

Dia lantas mengambil contoh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang meminta jatah di Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Hal ini dilakukan oleh partai besutan Muhaimin Iskandar karena mereka merasa ceruk pemilih mereka berasal dari golongan yang berkaitan pada posisi tersebut. 

Sehingga, berkaca dari contoh tersebut dia lantas meminta mantan Wali Kota Solo itu untuk jeli dan berhati-hati dalam mengambil keputusan. 

Tujuannya, agar siapapun yang diletakkan di posisi tersebut tidak hanya kemudian menguntungkan partai politik tapi harus bisa menjalankan tugasnya. "Ini pertaruhan bagi presiden di periode terakhir. Periode akhir harusnya jadi periode tanpa beban bagi presiden untuk bisa bekerja semaksimal mungkin untuk kepentingan publik," kata Veri.

Selain jeli, Jokowi diminta memperhatikan dengan detail orang-orang yang tepat pada pos tertentu dan terus melakukan evaluasi terhadap kinerja kabinetnya. Tujuannya, agar visi misi yang bakal dikerjakan pada periode kedua nanti bisa dilakukan oleh Jokowi bersama jajarannya.

"Ini yang bisa jadi perhatian presiden. Jadi selain soal jatah-jatahan kursi partai tapi bagaimana presiden kemudian membangun kabinet efektif ke depan," tutupnya.