Ibu Kota Pindah ke Kaltim, Jakarta jadi Apa?
Dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, pada Senin siang (26/8/2019), Jokowi mengatakan, beban Jakarta sebagai pusat bisnis, ekonomi, keuangan, hingga pusat perdagangan dan jasa sudah terlalu berat. Maka, pemindahan ibu kota jadi pilihan.
"Banyak pertanyaan kenapa harus pindah. Yang pertama, beban Jakarta saat ini sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan dan jasa. Dan airport pelabuhan laut terbesar di Indonesia," tutur Jokowi dalam siaran live streaming YouTube Sekretariat Presiden, Senin (26/8/2019).
"Kedua, beban Pulau Jawa yang semakin berat dengan penduduk 155 juta atau 54 persen dari total penduduk dan 58 persen PDB ada di Pulau Jawa. Dan pulau Jawa sebagai ketahanan pangan. Beban ini semakin besar kalau pindah tetap di Pulau Jawa," tambahnya.
Infografis (Ilham/era.id)
Selain beban-beban tersebut, pemindahan ibu kota dari Jakarta juga dilakukan atas pertimbangan lingkungan, di mana kualitas polusi udara dan air di Jakarta mulai terlihat mengkhawatirkan.
"Kita tidak bisa terus menerus, beban Jakarta dan Pulau Jawa semakin berat dalam hal kependudukan, kemacetan parah, polusi, dan air yang semakin buruk. Ini bukan salah Pemprov DKI Jakarta, tapi beban yang diberikan ke Jakarta," tutur Jokowi.
Meski begitu, Jokowi memastikan Jakarta akan tetap jadi prioritas pembangunan. Status Jakarta sebagai pusat bisnis, keuangan, perdagangan, serta pusat jasa berskala regional dan global akan terus dijalankan.
"(Jakarta) Akan terus dikembangkan jadi kota bisnis, kota keuangan, pusat perdagangan dan pusat jasa berskala regional dan global," tutur Jokowi.
Selain itu, rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggulirkan program urban regeneration juga dipastikan tetap berjalan. Menurut Jokowi, anggaran Rp571 triliun untuk menjalankan program tersebut telah siap. "Pembahasannya sudah pada level teknis dan siap dieksekusi," kata Jokowi.