Gundala antara Petir dan Pilihan Hidup Sancaka
Film Gundala bercerita tentang Sancaka yang hidup di jalanan sejak orang tuanya meninggalkannya. Menjalani kehidupan yang berat, ia memikirkan keselamatannya sendiri untuk bertahan hidup.
Ketika keadaan kota makin buruk dan ketidakadilan berkecamuk di seluruh negara, Sancaka harus memutuskan, apakah dia terus hidup menjaga dirinya sendiri atau bangkit menjadi pahlawan bagi mereka yang tertindas. Sampai akhirnya, Sancaka tersambar petir yang memberikannya kekuatan kilatan petir.
Berbeda dengan serial komik Gundala Putra Petir karya Hasmi yang pertama kali rilis pada 1969, ia diceritakan sebagai insinyur bernama Sancaka yang berambisi mencari serum anti petir. Sebab dalam film, karakter Sancaka yang diperankan oleh Abimana Aryasatya bukanlah seorang insinyur, ia hanyalah seorang petugas keamanan di suatu pabrik.
Arti dari Petir Sancaka
Sambaran dan kilatan petir jadi poin penting dalam film Gundala garapan Bumilangit. Layaknya film pembuka sebuah universe, macam Batman Begins karya Christoper Nolan, penonton dibawa untuk melihat development karakter dari kehidupan Sancaka yang berlika-liku hingga memutuskan menjadi seorang pahlawan.
Hal yang sangat lumrah, dalam sebuah film jagoan kalau berbicara tentang ketidakadilan serta orang yang berani untuk memperjuangkan hak orang lain tanpa pamrih. Gejolak ini selalu diperkuat dengan gemuruh suara petir yang selalu hadir sejak permulaan film.
Joko Anwar selaku sutradara berhasil mengambarkan ketakutan Sancaka terhadap petir. Sama halnya ketika Christoper Nolan yang mengeksekusi paranoia karakter Bruce Wayne akan kelelawar. Yang membedakan hanyalah, petir dalam film Gundala hadir seperti wujud hantu yang mengejar Sancaka.
Menurut literasi dalam catatan komik Hasmi, sang pencipta tokoh Gundala, sosok jagoan yang memiliki kekuatan petir ini terinspirasi dari sosok Ki Ageng Selo, yang dikisahkan berhasil menangkap petir dalam genggamannya. Sehingga Hasmi pun membuat cerita tersebut dan menamai jagoannya dengan Gundala, yang diambil dari kata gundolo yang berarti petir.
Hal ini tentu menjadi spekulasi bagi para fans, apalagi dengan tagline Gundala Putra Petir yang memang muncul dalam komik. Namun dalam film kali ini, identitas 'Putra Petir' tidak dihadirkan.
Penggambaran petir dalam film Joko Anwar ini juga dihadirkan dengan menarik tanpa embel-embel CGI yang berlebihan. Di sini, Joko Anwar mengibaratkan sambaran petir sebagai bentuk perwujudan dari kemurkaan Tuhan YME. Hal ini juga terlihat ketika beberapa kali Gundala berkelahi.
Joko Anwar juga terbilang jeli untuk memotret isu sosial dalam kehidupan masyarakat saat ini. Semuanya tergambarkan dalam film, mulai dari jalanan yang kumuh, pabrik besar di sisi kota, pasar, sampai gedung anggota dewan.
Lokasi tersebut menunjukkan perbedaan kelas yang akhirnya memicu kesenjangan. Ujung-ujungnya chaos. Ia seolah sedang menyampaikan aspirasinya kepada politisi dan aparat yang benar-benar melupakan bahwa mereka seharusnya bersama rakyat untuk menegakkan keadilan.
Hampir berbagai adegan diwarnai dengan aksi demo dan tindakan yang tidak bermoral. Sampai akhirnya mereka semua pesimis di mana pihak penguasa berpihak.