Bias Sikap Pemerintah Indonesia soal 'Asing' di Papua

Jakarta, era.id - Permasalahan di Papua dan Papua Barat sempat memunculkan pernyataan yang bias dari internal pemerintah mengenai keterlibatan asing. Di satu sisi, masalah di Papua diduga ada keterlibatan asing, namun di lain kesempatan berharap dapat dukungan dari Amerika Serikat.

Menko Polhukam Wiranto, misalnya yang mengatakan akan membatasi orang warga negara asing masuk ke Papua dan Papua Barat untuk sementara waktu. Langkah ini diambil sampai situasi dan kondisi kembali kondusif.

Menurut Wiranto, situasi di Papua saat ini tidak lagi leluasa terbuka bagi warga negara asing, menyusul gelombang demonstrasi di daerah itu yang berujung kerusuhan beberapa hari terakhir. Selain demi keamanan, pemerintah juga tak ingin mengambil resiko. 

"Jadi kita melarang itu bukan semata-mata kita membatasi ruang gerak orang asing tetapi semata-mata kecuali melindungi orang asing itu sendiri. Supaya tidak menjadi korban kerusuhan dan kita juga mempersempit permasalahan," kata Wiranto di Media Center Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa (3/9).

Selain itu, lanjut Wiranto, pemerintah juga akan mengalami kesulitan saat membedakan warga negara asing dalam situasi yang sedang kacau. Bias WNA di mana yang benar wisatawan, dan yang ikut campur tangan sehingga memperkeruh situasi konflik di Papua.

"Jangan sampai nanti kita enggak bisa membedakan, mana orang asing yang ikut nimbrung, ikut ngompori, ikut campur tangan dengan orang-orang yang betul-betul tulus sebagai wisatawan. Kan enggak bisa dibedakan, mukanya sama aja," tukasnya.

Karena itu, tegas dia, untuk sementara pemerintah membatasi kunjungan orang asing ke Papua. Namun begitu, batasan itu bukan berarti menghalangi sama sekali. "Ada filter-filter tertentu yang berhubungan dengan masalah keamanan, masalah keselamatan, dan sebagainya," pungkas Wiranto.

Kendati demikian, Wiranto tak menyebut kapan pembatasan akses kunjungan warga negara asing ke Papua bakal diakhiri. Ia hanya menyebut perihal pembatasan WNA ini telah dikoordinasikan bersama Kementerian Luar Negeri. 

Wiranto juga enggan menanggapi apakah kebijakan pembatasan warga negara asing ini berkaitan dengan keberadaan empat warga Australia yang ikut unjuk rasa di kantor Wali Kota Sorong, Papua Barat pada 27 Agustus 2019 lalu. Keempat warga Australia tersebut telah dideportasi melalui bandara Kota Sorong menuju Bali, dan selanjutnya akan dipulangkan ke Australia Senin lalu (2/9).

Ia hanya menegaskan pemerintah tidak pernah meminta bantuan ke negara lain termasuk Amerika Serikat untuk menangani gejolak di Papua dan Papua Barat. Menurutnya, Indonesia tidak ingin urusan dalam negeri Indonesia dicampuri oleh negara lain.

"Tidak ada minta tolong, minta tolong. Ini kondisi negara kita sendiri, antar negara saling menghormati teritorial negara lain. Dan tidak dibenarkan suatu negara ikut campur urusan negara lain," tambahnya.

Pernyataan Wiranto ini berbeda dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang menyebut ingin mendapat dukungan dari Amerika terkait persoalan Papua ini. Pernyataan Moeldoko disampaikan setelah bertemu dengan Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik David R. Stilwell di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (2/9) kemarin.

"Yang sama-sama kita inginkan adalah kita juga ingin support Amerika atas kondisi yang terjadi di Papua. Dan beliau sangat mendukung tentang kedaulatan," kata Moeldoko di Jakarta.

Moeldoko mengatakan, dukungan yang diberikan Amerika Serikat dari segala sisi, khususnya diplomatik dalam menjaga situasi bersama. Sebab, AS juga memiliki kegiatan bisnis di Papua. "Intinya bahwa Amerika memberikan dukungan penuh," katanya.

Dalam pertemuan itu, Moeldoko mengungkapkan tidak ada hal spesifik mengenai Papua yang dibahas. Namun, kata dia, ada beberapa hal lain yang didiskusikan, termasuk keterlibatan kelompok asing terkait serangkaian kerusuhan di Papua.

 

Tag: kkb papua wiranto moeldoko