Hikmah Disertasi Aziz: Kita Jadi Ingat Pasal Perzinaan yang Meresahkan
Jakarta, era.id - Disertasi mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Abdul Aziz jadi kontroversi. Karya ilmiah yang menelaah konsep perzinaan dalam ajaran Islam itu dianggap melenceng. Berbagai pihak menyerang Aziz. Termasuk UIN sendiri, kampus yang memberi nilai memuaskan kepada Aziz.
Sang kandidat doktor mengaku keresahan Pasal 417 RKUHP jadi motivasinya mengangkat disertasi ini. Meski kontroversial, disertasi ini akan membawa kita kembali ke dialog soal pasal perzinaan yang lebih dulu meresahkan. Mari ambil hikmah!
Pada 28 Agustus 2019, Abdul Aziz menghadap penguji untuk mempertanggungjawabkan disertasi berjudul Konsep Milk Al Yamin: Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Non-Marital. Aziz melewati sidang itu. Ia berhasil mempertahankan kajiannya di depan delapan penguji yang memberi nilai memuaskan pada disertasi Aziz.
Dalam disertasinya, Aziz mengangkat tafsir teologis perihal seks di luar nikah. Berdasar tafsir Muhammad Syahrur, Aziz menyebut perzinaan adalah hubungan seksual yang tak disepakati dua pihak atau persetubuhan yang dipertontonkan ke publik. Artinya, hubungan seks yang dilandasi suka sama suka bukanlah perzinaan alias halal. Menurut Aziz, meski jelas menyuarakan larangan, Alquran tak spesifik mendefinisikan arti dari perzinaan.
"Jadi, hubungan seksual nonmarital, boleh. Dengan catatan, tidak dilakukan di tempat terbuka, tidak dengan perempuan bersuami. Kemudian, bukan secara homo dan bukan inses. Selebihnya boleh," tutur Abdul dikutip dari VOA, Rabu (4/9/2019).
Aziz mengatakan tafsir dalam disertasinya dapat melawan Pasal 417 RKUHP yang pada prinsipnya menyatakan pasangan yang berhubungan seks di luar ikatan perkawinan dapat dipidana. Bagi Abdul, harus ada sudut pandang yang dapat membawa hubungan seksual kembali ke esensi dasarnya: hak asasi manusia.
"Bicara masalah tafsir untuk membantu menemukan alternatif bagi negara yang kesulitan merumuskan hukum. Tapi, disertasi saya malah dianggap musibah," tutur Aziz dikutip dari Tempo.
Dianggap berbahaya
Majelis Ulama Indonesia (MUI) bereaksi. Dalam pernyataan resmi yang diteken Wakil Ketua Umum MUI Pusat Yunahar Ilyas dan Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas, Dewan Pimpinan MUI menyatakan disertasi Aziz bertentangan dengan ajaran Islam. Menurut MUI, pandangan yang dipaparkan Aziz berpotensi menimbulkan mudarat di tengah masyarakat, terutama umat Islam.
“Hasil penelitian Abdul Aziz terhadap konsep Milk al-Yamin Muhammad Syahrur yang membolehkan hubungan seksual di luar pernikahan (nonmarital) saat ini bertentangan dengan al-Quran dan as-Sunnah serta kesepakatan ulama (ijma' ulama), dan masuk dalam kategori pemikiran yang menyimpang [al-afkar almunharifah], dan harus ditolak karena dapat menimbulkan kerusakan moral/akhlak umat dan bangsa,” tertulis.
Menurut MUI, konsep perzinaan yang dipaparkan Aziz dapat mendorong praktik seks bebas di Indonesia. Selain bertentangan dengan ajaran Islam dan norma susila, konsep Aziz juga melawan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 serta nilai-nilai Pancasila. Jika dipraktikkan di Indonesia, konsep Aziz akan menghancurkan kehidupan berbangsa yang meyakini kemuliaan sebuah perkawinan.
MUI juga menyentil pihak kampus yang meloloskan disertasi tersebut. “Praktik hubungan seksual nonmarital dapat merusak sendi kehidupan keluarga dan tujuan pernikahan yang luhur, yaitu membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, tidak hanya untuk kepentingan nafsu syahwat semata,” tertulis dalam lanjutan pernyataan.
Kritik tiba-tiba UIN
Diselubungi berbagai kritikan, pihak UIN Yogyakarta angkat bicara. Noorhaidi Hasan yang menjabat sebagai direktur pasca sarjana ikut mengkritik disertasi Aziz. Dalam pandangan Noorhaidi, Aziz sengaja menggunakan pemikiran Muhammad Syahrur sebagai landasan untuk menjustifikasi hubungan seksual nonmarital.
Noorhaidi juga mengkritik rekomendasi yang disertakan Aziz dalam disertasi. Menurutnya, rekomendasi yang diajukan Aziz menunjukkan tumpang tindih peran Aziz sebagai peneliti. Dalam disertasi itu, Aziz mencantumkan sejumlah rekomendasi, di antaranya mendorong adanya pembaharuan hukum keluarga Islam di Indonesia. “(Abdul Aziz) Enggak bisa jadi pemain. Itu overlap,” tutur Noorhaidi ditulis Tempo, Rabu (4/9/2019).
Sebelumnya, UIN Yogyakarta sejatinya sempat berupaya meluruskan berbagai kritik tentang disertasi Aziz. Menurut mereka, disertasi Aziz adalah kajian akademis biasa yang tak memiliki kekuatan apapun untuk mengikat. "Disertasi (Abdul Aziz) memang enggak ada fatwanya. Ini hanya kajian akademis, menjelaskan what, how and why, itu saja. Enggak ada (fatwa)," kata Noorhaidi ditulis Detik, Selasa (3/9).
Lebih lanjut, UIN turut menjamin pihaknya mampu menjaga kualitas dan nilai dalam produk ilmiah yang mereka hasilkan. Dalam kasus Aziz, UIN berjanji menahan penerbitan ijazah dan penyematan gelar doktor Aziz sampai dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) itu melakukan revisi sebagaimana saran yang telah diberikan para penguji dan promotor sidang.
"Nanti saya akan rapat lagi dengan promotor untuk melakukan, yang pertama kami tidak akan menyerahkan ijazah sebelum revisinya betul-betul disetujui oleh para penguji," kata Rektor UIN Yogyakarta, Prof Yudian Wahyudi kepada Detik, Rabu (4/9/2019).
Aziz sendiri telah menyatakan permintaan maaf dan berjanji merevisi sejumlah hal dalam disertasinya. "Saya memohon maaf kepada umat Islam atas kontroversi yang muncul karena disertasi saya ini. Saya juga menyampaikan terima kasih atas saran, respons dan kritikan terhadap disertasi ini dan terhadap keadaan yang diakibatkan oleh kehadiran dan diskusi yang menyertainya," tutur Aziz ditulis Antara, Rabu (4/9/2019).
Berdasar berbagai masukan, Aziz diharuskan mengubah judul disertasinya menjadi Problematika Konsep Milk al-Yamin dalam Pemikiran Muhammad Syahrur. Selain judul, sejumlah bagian kontroversial dalam disertasi Aziz juga akan direvisi. Selain itu, hasil dialektika Aziz dengan promotor juga menyepakati penghapusan rekomendasi yang Aziz sertakan dalam disertasinya.
Gagal menggoyang hukum
Tujuan Aziz menggoyang Pasal 417 RKUHP lewat disertasinya dipastikan gagal. Rekomendasi yang Aziz sertakan dalam disertasinya dianggap salah sasaran. Menurut Direktur Pasca Sarjana UIN Yogyakarta, Noorhaidi Hasan, disertasi yang diterbitkan Aziz tak memiliki kekuatan untuk mengikat apalagi menggoyang norma hukum.
"Seharusnya, sebagai disertasi cukup sampai menjawab what, who dan why. Kenapa Syahrur punya pemikiran seperti itu. Itu dianalisis. Enggak usah kemudian sampai menjustifikasi. Itu too far. Tidak akademik lagi," tutur Noorhadi.
Di bawah segala keriuhan, disertasi Aziz sejatinya adalah pintu masuk untuk membuka kembali dialog soal RKUHP yang lebih dulu memancing keresahan. Aziz hanya satu dari banyaknya pihak yang menolak pemidanaan terhadap pasangan yang berhubungan seksual di luar perkawinan. Berdasar draft RKUHP, Pasal 417 Ayat 1 berbunyi:
Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II.
Peneliti Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu menyebut sejumlah alasan kenapa pasal ini harus dihapus. Bagi ICJR, adalah hal konyol ketika negara masuk ke ranah privat warganya. Selain itu, keawaman masyarakat mengimplementasikan penegakan hukum juga jadi hal yang mengkhawatirkan. Kata Erasmus, posisi pasal ini sebagai delik aduan dapat sangat abu-abu di mata masyarakat awam.
"Kita mintanya pasal itu dihapus karena ya isunya privat, dampak bawaannya itu luas sekali ... Nanti bisa terjadi main hakim sendiri. Masyarakat kan bisa jadi tidak tahu kalau itu delik aduan. Tahunya kan perzinaan tidak boleh, nanti bisa jadi malah main hakim sendiri," tutur Erasmus ditulis Kompas (29/8).
Selain ICJR, berbagai pihak juga memprotes gagasan RKUHP. Sejumlah petisi juga dilempar untuk menolak pengesahan pasal ini. Sebagian besar beralasan sama, bahwa pasal ini berpotensi menimbulkan bias dan aksi main hakim sendiri oleh masyarakat awam. Kalau menurut kamu, bagaimana?