Milenial Harus Siap-siap Tidur di Warkop Jika Tak Bisa Kontrol Ngopi
Jakarta, era.id - Gaya hidup milenial telah menggeser rumus kebutuhan primer. Jika dulu kita mengenal pangan, sandang, papan sebagai kebutuhan utama manusia, milenial nampaknya lebih mengenal istilah: pangan, sandang, dan per-kopi-an. Bukan tanpa persoalan, cara pandang ini dianggap mengandung bahaya.
Real Estat Indonesia (REI) --sebuah persatuan perusahaan real estat di Indonesia-- punya pandangan soal fenomena ini. REI memandang kebiasaan kaum milenial ngopi-ngopi di coffee shop mengancam kemapanan mereka di masa depan. Bertambahnya pos pengeluaran untuk ngopi sebagai pemenuhan gaya hidup membuat milenial kesulitan mengalokasikan dana untuk membeli hunian. Sekalipun dengan cara menyicil.
"Sekarang komposisi pengeluaran penghasilan kaum milenial beda dengan kaum kami. Untuk biaya kebutuhan primer sehari-hari sih memang sama. Tapi, mereka ada tambahan komposisi biaya pengeluaran," kata Wakil Ketua REI Hari Gani ditemui di Jakarta, Kamis (5/9/2019).
Sebuah laporan jajak pendapat melalui aplikasi Acorns memperkuat kebenaran dari fenomena ini. Menurut survei yang melibatkan lebih dari 1.900 milenial --usia 18 hingga 35 tahun-- itu, hampir separuh responden mengaku lebih memilih menghabiskan uang untuk ngopi ketimbang menabung untuk masa depan. Laporan itu juga menempatkan perempuan sebagai pelaku pemborosan utama soal gaya hidup ini.
"44 persen perempuan milenial berusia 18 hingga 35 tahun menghabiskan uangnya membeli kopi di pagi hari, alih-alih menabung. Yang lebih penting adalah angka tersebut sepuluh persen lebih besar dibandingkan kebiasaan laki-laki milenial membeli kopi di pagi hari. Jadi, total keseluruhan 41 persen dari seluruh responden." tertulis dalam laporan Acorns bertajuk Money Matters tahun 2017 itu.
Sementara itu, dalam konteks lebih luas, survei Moneysmart.id tahun 2018 menegaskan keresahan soal kebiasaan kaum milenial menghambur-hamburkan uang untuk pemenuhan gaya hidup, baik itu ngopi di coffee shop, belanja ataupun travelling. Survei mengungkap, rata-rata milenial menghabiskan Rp3.266.000 juta untuk memenuhi gaya hidup mereka. Jumlah itu hampir menyentuh UMP DKI Jakarta tahun itu: Rp3.648.035 juta.
Dari jumlah itu, alokasi biaya ngopi jadi nomor dua dengan persentase 23,3 persen, di bawah travelling sebagai prioritas nomor satu dengan persentase menyentuh 37,7 persen. Prioritas penghamburan uang ketiga adalah belanja dengan persentase 21,1 persen, disusul pergi ke bioskop (10,9) dan biaya internet (7,1). Persentase alokasi biaya gaya hidup itu jauh di angka ideal yang seharusnya berada di angka 10 persen.
Makin muda makin tak mapan
Data terbaru yang dirilis Bank Indonesia (BI) menegaskan penurunan minat beli properti di kalangan milenial. Malahan, data BTN juga mengungkap, semakin muda sebuah generasi, semakin mereka 'memudahkan' urusan investasi hunian. Dengan kata lain, generasi-generasi penerus diprediksi akan semakin ogah membeli rumah.
Survei Properti Residensial di pasar primer menunjukkan penjualan properti residensial pada kuartal II tahun 2019 mengalami penurunan sebanyak 15,29 persen dibanding kuartal sebelumnya. Data ini menunjukkan hasil berkebalikan dengan kuartal 2019, di mana angkanya justru tumbuh hingga 23,77 persen.
Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN), Maryono turut menyoroti hasil survei ini. Menurutnya, ada perubahan budaya dan pola pikir di kalangan milenial yang lebih memprioritaskan alokasi dana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sesaat. Alih-alih membeli hunian, Maryono mengungkap, kaum milenial lebih memilih menyewa apartemen.
"Ada perubahan budaya di milenial. Mereka mementingkan kehidupan-kehidupan untuk yang sesaat saja," kata Maryono, ditulis Katadata (13/8).
Kembali ke laporan jajak pendapat Acorns tahun 2017. Laporan itu juga memprediksi kaum milenial sebagai generasi yang akan mengalami kesulitan finansial di masa mendatang. Laporan itu menyebut, 41 persen milenial usia lanjutan harus bekerja hingga usia tua mereka. Milenial itu diramalkan harus pensiun di atas usia 65 tahun demi 'membayar' gaya hidup mereka hari ini.
Untuk menghindari segala petaka di atas, Wakil Ketua Real Estat Indonesia (REI) Hari Gani menyarankan milenial menyisihkan 30 persen gaji mereka untuk cicilan rumah. "Karena kita tahu kenaikan harga rumah dari waktu ke waktu, bagaimanapun jauh lebih tinggi bagi gaji mereka. Makin lama makin enggak keuber," ujarnya.
Segalanya masuk akal. Tapi pilihan tetap di tangan kamu-kamu semua. Kamu boleh saja bertahan dengan motto: Ngopi adalah jalan ninjaku. Yang jelas, coba pikirkan lagi, memangnya mau tidur di warung kopi? Jangan lupa pesan Tante Feni Rose: Senin depan harga naik!