Romansa Abadi Ainun dan Habibie
Tahun itu, kondisi kesehatan Ainun terus menurun. Dokter memvonis Ainun menderita penyakit kanker ovarium. Habibie pun mengantar Ainun ke Jerman untuk menjalani perawatan. Keduanya tiba di Jerman pada 24 Maret 2010. Sejak itu, Habibie tak pernah melewatkan satu hari pun tanpa menemani Ainun.
Dalam wawancara bersama Detikcom tiga hari selepas kepergian Ainun, adik kandung Habibie, Junus effendi Habibie menceritakan, tindakan operasi yang dilakukan terhadap Ainun tak berjalan lancar. Tim dokter hanya berhasil mengangkat 60 persen kanker dari dalam tubuh Ainun.
"Namun, 40 persennya masih tersisa dan itu membuat repot sekali. Dan yang 40 itu sudah menyebar ke mana-mana sampai ke hati," kata Junus, Selasa, 25 Mei 2010.
Menyusul hasil operasi, keluarga sejatinya sempat berniat melakukan kemoterapi untuk membersihkan sisa kanker dalam tubuh Ainun. Namun, seiring kondisi Ainun yang makin melemah, prosedur itu urung dilaksanakan. Ainun pun meninggal di sisi Habibie.
Jenazah Ainun dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata Jakarta Selatan. Seratus hari sejak pemakaman, Habibie tak pernah melewatkan satu hari pun tanpa berziarah ke makam Ainun bersama anak dan cucunya.
View this post on InstagramKisah cinta
Dikutip dari buku Rudy: Kisah Masa Muda Sang Visioner, perkenalan antara Habibie dan Ainun bermula sejak keduanya sama-sama duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Namun, benih cinta di antara keduanya baru tumbuh ketika sama-sama mengenyam pendidikan di SMA Kristen Dago, Bandung, Jawa Barat.
Sama-sama dikenal sebagai anak yang cerdas, Habibie dan Ainun kerap 'dijodoh-jodohkan' oleh teman-teman sekitarnya. Di masa-masa itu, tak ada ketertarikan Habibie terhadap Ainun. Di masa itu juga panggilan 'Gula Jawa' tercipta dari mulut Habibie untuk Ainun.
Selepas SMA, Habibie melanjutkan kuliah dan bekerja di Jerman. Sementara Ainun menetap di Indonesia dan melanjutkan studi ke Universitas Indonesia (UI). Habibie mendalami ilmu di bidang teknologi dan kedirgantaraan, sementara Ainun mengejar cita-citanya menjadi dokter.
Bertahun-tahun kemudian, Habibie dan Ainun kembali dipertemukan. Saat itulah ketertarikan di antara keduanya muncul. Habibie dan Ainun berpacaran dan memutuskan menikah pada 12 Mei 1962. Dari pernikahan, Habibie dan Ainun dikaruniai dua putra: Ilham Akbar dan Thareq Kemal.
Di sepanjang pernikahan, periode 1970-an sampai 1990-an digambarkan sebagai era terberat untuk Habibie maupun Ainun. Dalam periode itu, karier politik Habibie diuji dengan berbagai guncangan.
Sejak menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) tahun 1978 hingga ketika Habibie diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia di tengah krisis moneter tahun 1998, Ainun setia mendampingi Habibie.
Masa berat lain yang keduanya lalui bersama adalah ketika Ainun dinyatakan menderita kanker ovarium di tahun 2010. Berkebalikan dengan situasi sebelumnya. Saat itu, Habibie yang jadi sumber tenaga bagi Ainun.
Selepas kepergian Ainun, Habibie banyak menulis puisi untuk mendiang sang istri. Puisi yang menggambarkan indahnya kisah cinta dua anak manusia. Yang kekal.
"Kita tetap manunggal, menyatu dan tak berbeda sepanjang masa
Ragamu di Taman Pahlawan bersama para Pahlawan Bangsa lainnya
Jiwa, roh, batin dan nuranimu telah menyatu denganku.
Di mana ada Ainun ada Habibie, di mana ada Habibie ada Ainun
Tetap manunggal dan menyatu tak terpisahkan lagi sepanjang masa
Titipan Allah bibit cinta Ilahi pada tiap insan kehidupan di mana pun
Sesuai keinginan, kemampuan, kekuatan dan kehendak-Mu Allah.
Kami siram dengan kasih sayang, cinta, iman, taqwa dan budaya kami
Yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi sepanjang masa.
Allah, lindungi kami dari godaan, gangguan mencemari cinta kami
Perekat kami menyatu, menunggal jiwa, roh, batin dan nurani kami.
Di manapun dalam keadaan apapun kami tetap tak terpisahkan lagi
Seribu hari, seribu tahun, seribu juta tahun.... sampai akhirat!"