Calon Pimpinan KPK yang Disuruh Belajar Hukum 

Jakarta, era.id - Calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar dalam wawancara uji kepatutan dan kelayakan dicecar pertanyaan tajam Komisi III DPR. Mulai dari aturan pemberian justice collaborator (JC) hingga revisi UU KPK.

Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa menilai, jawaban Lili selaku mantan komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tak memahami saat ditanyakan soal pemahaman mengenai aturan pemberian JC.

Saat sesi tanya jawab, Desmond mempertanyakan apakah aturan mengenai JC lebih tegas ada di UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK atau Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Desmond meminta penjelasan Lili ini untuk dinilai, apalagi Lili merupakan advokat. Saat menjawab, Lili terlihat gugup dan tak yakin dengan ucapannya.

"Bagi kami kalau menggunakan UU LPSK, LPSK, diberi kewenangan juga untuk menentukan JC. Kedua, UU KPK juga sebagai penentu JC," kata Lili, di Ruang Rapat Komisi III, Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2019).

Politisi Partai Gerindra itu tak puas dengan jawaban Lili. Sebab, Lili tak bisa menjawab saat Desmond menanyakan pasal mana dalam UU KPK yang mengatur soal JC.

"Izin pak tidak ada," jawab Lili ragu.

Mendengar jawaban Lili, Desmond menilai Lili tidak paham UU KPK dan UU LPSK.

"Saya jadi ragu kepada anda," ujar Desmond.

Desmond mengatakan, jawaban Lili mengada-ngada. Lili pun dianggap tak memahami persoalan mengenai JC yang menurut Desmond adalah kewenangan penuh LPSK bukan KPK.

"LPSK lah yang diberikan UU yang melakukan JC. Ibu baca lagi yang benar. Anda paham enggak, Anda bangun komunikasi. Anda harusnya beri tahu ke KPK, JC wilayah LPSK. Di republik ini LPSK diberi kewenangan JC. Saya jadi ragu kepada anda," tegas Desmond.

Tak hanya itu, Lili juga kembali dicecar dengan pertanyaan terkait independensi KPK. Lagi-lagi, Desmond tak puas mendengar jawaban Lili. Lili menjawab, independen adalah melakukan tindakan tanpa adanya intervensi.

"Kesan saya dari jawaban-jawaban itu, kalau (Anda) di sana (KPK) tuh belajar lagi gitu. Pertanyaan saya kawan-kawan ini memilih orang yang belajar lagi apa tidak? Ini harus menjadi catatan" kata Desmond.

Wakil Ketua Komisi III DPR Erma Suryani Ranik juga mencecar Lili. Dia bertanya soal revisi UU KPK, dan meminta ketegasan Lili apakah mendukung revisi atau tidak.

"Anda jadi pimpinan penegak hukum, kalau Anda ragu, makanya saya tanya apa saja revisi dari UU KPK yang ibu setujui? Jangan plintat-plintut hari ini bilang setuju entar kalau terpilih nanti (bilang) kami enggak ada ngomong itu," ujar Erma.

Lili menyatakan, kesetujuannya dengan poin pengadaan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Menurut dia, SP3 perlu diadakan dalam lembaga antirasuah seperti yang telah diterapkan lembaga penegak hukum lainnya.

"Saya pertama melihat yang setuju adanya SP3. Karena ini juga tidak menutup kalau ada bukti lain itu bisa dibuka kembali. Walaupun ini berlaku lembaga penegak hukum lain, misal kejaksaan dan kepolisian juga KUHAP mengatur SP3 tersebut," kata Lili.

Lili berujar, dengan adanya SP3 bisa menjadi angin segar bagi mereka yang sudah lama jadi tersangka namun belum juga ada kelanjutan hukumnya.

"Saya pikir ini menjawab kegelisahan mereka yang begitu lama jadi tersangka. Rekening terblokir, enggak bisa keluar negeri, usaha tidak berjalan, macet bank, ini bisa menjawab karena seharusnya pemberantasan korupsi tidak bikin macet hal lain," kata Lili.

"Keluhan tersebut disampaikan kepada kami, saya pikir ini untuk memberikan kepastian hukum kepada status demikian," lanjutnya.

Meski setuju dengan revisi UU KPK poin SP3, namun Lili tidak sependapat dengan pembentukan dewan pengawas.

"Kalau dewan pengawas, saya tidak setuju kalau berhubungan dengan teknis. Karena teknis banget kalau saya lihat dari media. Bagaimana mungkin soal perizinan itu karena ini lembaga unik, KPK kan lembaga unik yang beda dengan lain," katanya.

Tag: kpk ketua dpr