Peran PMI di Era Kemerdekaan Indonesia
Awalnya, PMI adalah badan independen yang menangani masalah kemanusiaan dan medis. Tapi, fungsinya lebih dari itu. Sebab, tujuannya untuk berafiliasi dengan organisasi internasional, International Comittee of the Red Cross (ICRC), yang punya pengaruh besar apalagi ketika zaman kemerdekaan Indonesia dahulu.
Hal itu dijelaskan PMI lewat lamannya. Jadi sebelum PMI berhasil didirikan, pada 3 September 1945 Presiden Soekarno memerintahkan Menteri Kesehatan Buntaran Martoatmodjo untuk membentuk badan Palang Merah Nasional. Hal itu dilakukan untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa keberadaan negara Indonesia adalah suatu fakta nyata, setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Upaya mendirikan PMI tidak mudah. Jauh sebelum PMI berdiri, di Hindia Belanda --Indonesia sebelum merdeka-- sudah ada organisasi nasional yang fokus pada bidang sosial kemanusiaan. Pada era kolonial Belanda itu, organisasi serupa itu bernama Het Nederland-Indiche Rode Kruis (NIRK), yang kemudian berganti nama menjadi Nederlands Rode Kruiz Afdelinbg Indie (NERKAI).
Kemudian, rencana untuk membuat PMI pertama kali tercetus sejak 1932. Pelopornya adalah dokter RCL Senduk dan Bahder Djohan. Proposal itu diajukan kepada pemerintah Belanda saat kongres NERKAI pada 1940. Namun ditolak mentah-mentah dua kali, saat diajukan kembali pada masa penjajahan Jepang.
Perjuangan itu pada akhirnya terbayar dengan terbentuknya pengurus besar PMI yang diketuai wakil presiden pertama RI Mohammad Hatta pada tahun 1945. Sejak saat itu, setiap 17 September selalu diperingati sebagai Hari Palang Merah Indonesia.
Pengaruh Internasional
Tokoh pendiri dan perintis perhimpunan palang merah di dunia adalah Jean Henry Dunant. Ia merupakan pengusaha asal Swiss yang mengabdikan dirinya untuk mendirikan organisasi yang membantu para korban perang.
Sampai medio abad 19, belum ada sistem terorganisir untuk membantu pengobatan, apalagi perawatan para korban perang. Dunant melihat pada saat itu kerajaan-kerajaan yang berperang hanya memikirkan bagaimana caranya menambah persenjatan atau merancang seragam yang menarik bagi pasukannya.
Sebaliknya tidak terpikirkan oleh mereka untuk mengirim para dokter, perawat, dan perbekalan obat yang memadai, dan perangkat medis lain yang disediakan khusus untuk para korban perang.
Jean Henry Dunant (Foto: icrc.org)
Puncaknya, pengalaman yang paling menyayat Dunant adalah ketika ia pergi ke Italia pada 1859, saat hendak menemui Kaisar Perancis Napoleon III untuk membahas bisnisnya di Aljazair yang saat itu juga dikuasai Perancis.
Saat tiba di kota Solferino, seperti dijelaskan Haris Munandar dalam Mengenal PMI dan BaSARnas (2008), Dunant menyaksikan dengan mata kepala sendiri, sebanyak 40.000 tentara dari Italia dan Perancis tewas dalam pertempuran. Dari situ, Dunant menuangkan pengalamannya dalam sebuah buku terkenal berjudul A Memory of Solferino.
Buku itu ia sebarkan ke para pemimpin politik dan militer di semua negara Eropa, tak lupa ia menyertai imbauan agar perang dihindari, atau jika tak terhindarkan maka hendaknya dipikirkan suatu mekanisme terorganisir guna mengobati dan merawat para korban yang terluka, dan memakamkan yang gugur secara layak.
Buku yang terbit pada November 1862 itu membuat gempar daratan Eropa. Dalam buku tersebut mengandung dua gagasan penting yakni:
1. Membentuk organisasi perkumpulan sukarelawan
internasional yang dapat dipersiapkan pendiriannya pada masa damai untuk menolong para prajurit yang cedera di medan perang.
2. Membuat perjanjian internasional guna melindungi prajurit yang cedera di medan perang serta perlindungan sukarelawan dan organisasi tersebut pada waktu memberikan pertolongan disaat perang.
Setelah itu, pelembagaan organisasi kemanusiaan cikal bakal palang merah mulai kuat. Pada 9 Februari 1863 di Jenewa, terbentuk Komite Lima untuk memperjuangkan terwujudnya ide Hendy Dunant. Hingga pada gilirannya organisasi itu mengganti namanya dengan International Comittee of the Red Cross (ICRC) seperti yang kita ketahui saat ini.
Bersamaan dengan itu juga ditetapkan tanda khusus bagi sukarelawan yang memberi pertolongan prajurit yang luka di medan pertempuran yaitu palang merah di atas dasar putih yang berasal dari kebalikan bendera Swiss. Sejak saat itulah negara-negara mulai membuat organisasi sukarelawannya sendiri, sehingga terbentuklah antara lain Palang Merah di Amerika, Inggris Perancis, Itali dan sebagainya.
Melihat laman ICRC, Komite Internasional itu merupakan badan netral yang mandiri. ICRC bukan organisasi yang dimiliki oleh beberapa negara atau bukan bagian dari badan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sebagai sebuah lembaga yang mandiri, ICRC bertindak sebagai penengah yang netral antar negara yang berperang atau bermusuhan dalam konflik bersenjata internasional, konflik bersenjata non-Internasional dan pada kasus-kasus kekerasan internasional. Selain itu ICRC berusaha untuk menjamin bahwa korban kekerasan, baik penduduk sipil maupun militer menerima perlindungan dan pertolongan.
Sementara itu untuk PMI, baru diakui keberadaannya oleh ICRC, pada 15 Juni 1950. Setelahnya PMI diterima menjadi anggota Perhimpunan Nasional ke-68 oleh Liga Perhimpunan Palang Merah pada 16 Oktober 1950. Hal itu sekaligus melanggengkan kedaulatan kemerdekaan RI.