Sejahteranya Napi Koruptor Bila RUU Pemasyarakatan Disahkan

Jakarta, era.id - Tidak cukup dengan disahkannya Revisi Undang-undang KPK, karena akan menyulitkan lembaga antirasuah seperti KPK untuk memberantas korupsi. Kini, DPR sedang menggelontorkan cara lain untuk memberikan kesejahteraan bagi narapidana korupsi.

Lewat Revisi Undang-undang Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan atau RUU PAS, DPR ingin memberikan keringanan kepada narapidana korupsi yang sedang menjalani masa tahanan. Hal itu bisa dilihat dalam penerapan Pasal 9 dan 10 RUU PAS dengan frasa memberikan hak rekreasi dan cuti bersyarat kepada napi. Bila diterjemahkan, maka semua narapidana tanpa ada pengecualian termasuk napi koruptor.

Direktur Eksekutif ICJR Anggara menjelaskan, bahwa cuti untuk narapidana ini sebelumnya juga sudah ada di dalam Rancangan Undang Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yakni cuti menjelang bebas. Namun, dalam penerapannya sudah barang tentu napi korutor juga bisa mendapat cuti tersebut. Apalagi dalam RUU PAS ini juga tidak dijelaskan secara rinci batasan waktu cutinya.

“Tapi problem-nya kan mekanisme pengawasannya yang belum jelas. Itu nanti dapat dimanfaatkan secara tidak bertanggungjawab oleh banyak orang. Terutama orang-orang yang punya power politik ekonomi,” ucapnya, saat dihubungi era.id, di Jakarta, Jumat (20/9/2019).

Anggara menjelaskan, kalau frasa cuti dan rekreasi dalam pasal itu bisa saja disalah gunakan. Belum lagi DPR yang tidak menjelaskan secara detail turunan pasal bagi warga binaan di rumah tahanan. 

“Makanya sering kali kita tidak tahu kalau DPR bikin UU enggak mau detail-detail. Itu nanti detailnya di taruh di PP atau segala macam. Wajar kalau masyarat menaruh curiga. Jadi kalau itu nanti hanya orang yang punya kekuasaan politik ekonomi dalam kasus Indonesia kan koruptor,” jelasnya.

Tak hanya mendapat hak cuti bersyarat dan rekreasi. Pembebasan bersyarat terhadap narapidana kasus kejahatan luar biasa (extraordinary crime) semacam korupsi dan terorisme juga bisa dimanfaatkan, bila RUU PAS jadi disahkan. 

Jika terpidana telah memenuhi ketentuan dan melunasi kewajiban selama masa hukumannya, maka ia juga berhak mendapatkan hak remisi, asimilasi, dan pembebasan bersyarat. Namun selama ini dalam pemberian remisi, asimilasi, dan pembebasan bersyarat tidak mudah.

Dengan adanya RUU PAS, kemudahan narapidana untuk bebas bersyarat semakin besar. Sebab, kewenangan memberikan hak pembebasan bersyarat bagi terpidana di serahkan DPR, pada hakim dan Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.

Sehingga, hal itu meniadakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Di mana dalam Pasal 43B, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) wajib meminta rekomendasi aparat penegak hukum sebagai pertimbangan remisi atau pembebasan bersyarat.

Di sisi lain DPR berdalih, perubahan aturan pembebasan bersyarat terhadap narapidana kasus kejahatan luar biasa seperti kasus korupsi untuk mencegah diskriminasi dan memberikan hak yang sama. Tak hanya itu, DPR juga mengubah sistem pemberian justice collaborator (JC).  Padahal aturan pemberian JC hanya bisa diberikan oleh hakim saat mengadili perkara tertentu, sebelum diputus dalam pengadilan.

Direktur HICON Law & Policy Strategic Hifdzil Alim menilai, banyak aturan yang tertuang dalam RUU PAS justru berpihak kepada narapidana kategori kasus kejahatan luar biasa. “Jadi ada sistem yang diubah. Malah (cenderung) mendegradasi pemberatasan korupsi,” ucap Hifdzil.

Selain itu, Hifdzil melihat bahwa, kemudahan tersebut semakin menguntungkan narapidana koruptor. Karena RUU PAS memudahakannya dan melonggarkan aturan yang justru lebih ketat sebelumnya.

Menolak semua pernyataan praktisi maupun pengamat hukum perihal RUU PAS. Anggota Komisi III DPR dari fraksi PPP, Arsul Sani menjelaskan, yang dimaksud rekreasi bukan dalam artian keluar untuk jalan-jalan yang sesungguhnya.

“Itu bukan jalan-jalan lah, itu kalau sepemahaman saya. Maksudnya adalah misalnya ketemu sama keluarga terkait dengan apa, gitu aja dan itu berlaku untuk semuanya. Saya tidak membayangkan cutinya bisa jalan-jalan ke Dufan (Dunia Fantasi). Ya enggak lah,” ujar Arsul, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen.

Menurut Arsul, terkait hal itu dan kategori rekreasi yang dimaksud akan dijelaskan dalam peraturan menteri terkait. “Enggak. Rekreasi itu misalnya main bola di halaman Lapas. Nanti itu diatur dalam Pemenkumham. Jadi tempat aturan detilnya itu diatur dengan peraturan di bawah UU Pemasyarakatan,” jelasnya.

Sebelumnya, anggota komisi III dari fraksi PAN, Muslim Ayub mengatakan, hak cuti bersyarat yang diberikan kepada narapidana bisa digunakan untuk keluar lapas dan pulang ke rumah hingga jalan-jalan ke mall. Namun, itu dapat dilakukan dengan sejumlah syarat yakni, harus diikuti oleh petugas lapas.

“Terserah kalau dia mau cuti di situ, mau dalam arti dia ke mall juga bisa. Namanya cuti. Namun, apapun yang napi lakukan itu didampingi oleh petugas lapas,” kata Muslim.

Tag: ketua dpr