Akhirnya Mahasiswa Melepaskan Diri dari Bingkai Apatisme
Gelombang unjuk rasa besar ini dimulai pada Senin lalu (23/9). Hari itu, mahasiswa di berbagai daerah, khususnya Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung bergerak. Hari selanjutnya, demonstrasi mahasiswa meluas ke berbagai daerah, mulai dari Semarang, Surakarta, Medan, Makassar, Palopo, Sinjai, Palembang, hingga Jayapura.
Seluruh mahasiswa punya satu tujuan: kantor wakil rakyat di daerah masing-masing. Di Jakarta, pergerakan terpusat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan. Mereka mengepung wakil rakyat yang tengah menggelar rapat paripurna terkait RUU KUHP yang jadi masalah. Dalam aksinya, mahasiswa mengusung tujuh tuntutan.
Pertama, mahasiswa mendesak pembahasan ulang dan penundaan terhadap pasal-pasal bermasalah dalam RUU KUHP. Kedua, mahasiswa meminta DPR dan pemerintah merevisi UU KPK yang baru saja disahkan. Ketiga mahasiswa menuntut negara untuk mengusut dan mengadili pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan, terutama terkait kebakaran hutan.
Poin keempat, mahasiswa secara spesifik menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Ketenagakerjaan yang mereka anggap tak berpihak pada pekerja. Kelima, terkait RUU Pertanahan. Bagi mahasiswa, RUU tersebut adalah pengkhianatan terhadap semangat reforma agraria. Lewat sejumlah pasal yang ditetapkan, mahasiswa yakin RUU ini akan membawa kerugian besar bagi masyarakat.
Di poin keenam, mahasiswa mendesak agar DPR memberi kepastian soal pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Mereka resah melihat lambannya pembahasan RUU yang telah dilakukan sejak 2017. Padahal, RUU itu mereka anggap penting untuk melindungi korban kekerasan seksual. Terakhir, mahasiswa mendorong pemerintah berhenti menangkap aktivis sebagai upaya mewujudkan iklim demokrasi sejati.
Sore hari, Ketua DPR Bambang Soesatyo mengumumkan bahwa DPR telah menunda pengesahan lima poin RUU KUHP yang dianggap bermasalah. Namun, mosi tidak percaya terlanjur menguat. Mahasiswa menolak mundur dengan iming-iming tersebut. Mereka sadar, tujuan demonstrasi adalah menolak berbagai landasan hukum bermasalah. Bukan menunda.
Aksi mahasiswa di depan Gedung DPR, Senayan
Situasi semakin panas. Mahasiswa yang tak puas dengan keputusan DPR berupaya mendobrak gerbang hijau. Polisi pun melakukan upaya memukul mundur mahasiswa. Serangan gas air mata dan water canon dilancarkan. Barisan mahasiswa pecah. Mereka terpencar ke sejumlah arah di sekitar Gedung DPR.
Titik kumpul kembali terbentuk di bawah flyover dekat Jakarta Convention Center (JCC) dan Jalan Gerbang Pemuda yang mengarah ke TVRI. Polisi mempertegas sikapnya, dengan instruksi menangkap demonstran yang tetap ngotot melanjutkan aksi di malam hari.
Namun, mahasiswa kali ini tak mudah dikalahkan. Pukul 19.00 WIB, mereka terlihat bertahan di persimpangan Jalan Pemuda arah Jalan Gatot Subroto meski polisi terus menyerang dengan gas air mata dan water canon.
Di titik lain, sejumlah massa gabungan mulai melakukan aksi perusakan. Pos polisi di persimpangan Jalan Gerbang Pemuda dan Jalan Asia Afrika, Jakarta Pusat jadi sasaran. Kelompok massa lain juga terpantau melakukan aksi vandalisme. Mereka mencoret-coret halte TransJakarta Senayan JCC. Di lain tempat, massa melakukan pembakaran pintu tol Pejompongan.
Dalam pantauan beberapa media massa, aksi perusakan dan vandalisme tadi malam menyisakan berbagai kerusakan, termasuk bangkai-bangkai sepeda motor yang berserakan di sepanjang jalan sekitar rel kereta Stasiun Palmerah dan di halaman Pos Polisi Subsektor Palmerah.
Wakil Presiden Mahasiswa Trisakti Dheatantra Dimas menyatakan, massa yang melakukan kerusuhan bukan bagian dari mahasiswa. "Bisa saya pastikan ini bukan dilakukan oleh mahasiswa," kata Dheatantra kepada pers, Selasa malam.
Bentrok mahasiswa dan aparat di Jalan Gatot Subroto
Di Makassar, Sulawesi Selatan, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi berunjuk rasa di Kantor DPRD Sulawesi Selatan, Jalan Urip Sumohardjo. Unjuk rasa dilakukan sejak 13.00 hingga 18.00 WITA. Demonstrasi berlanjut ke Jalan Jalan AP Pettarani, Sultan Alauddin, dan Jalan Urip Sumohardjo hingga malam hari. Aksi saling serang mahasiswa dan aparat juga terjadi. Tiga mobil polisi hancur.
Daerah lain, Bandung, Jawa Barat, aksi demonstrasi memanas sejak 18.30 WIB. Kericuhan pecah ketika mahasiswa menerobos barikade kepolisian dan coba masuk ke kantor DPRD Jawa Barat. Aksi lempar hingga saling pukul terjadi.
Aksi demonstrasi mahasiswa berujung bentrok berakibat pada jatuhnya korban. Hingga dini hari, setidaknya ada 232 korban luka. Tak hanya mahasiswa. Korban luka juga berjatuhan di kalangan wartawan, masyarakat sipil, serta aparat keamanan.
Dilaporkan Kompas, 37 mahasiswa dan tiga wartawan di Sulawesi Selatan terluka. Di Bandung, ada 92 dan sembilan polisi terluka. Sementara, di Jakarta, 88 korban luka jatuh. Lebih parah. Kerusuhan di Sumatera Selatan bahkan menyebabkan tiga orang kritis.
Aksi unjuk rasa mahasiswa diikuti oleh pelajar Sekolah Teknik Menengah (STM) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Siang tadi, Rabu (25/9/2019), gelombang pelajar dari berbagai sekolah di Jakarta menyambangi Gedung DPR. Aksi itu juga berujung bentrok.
Spanduk kreatif
Fenomena menarik terlihat dalam demonstrasi mahasiswa 23-24 September kemarin. Mahasiswa terlihat membentangkan sejumlah spanduk yang tak biasa. Kalimat-kalimat protes yang biasanya disampaikan secara eksplisit digantikan dengan kalimat-kalimat protes berbalut kreativisme bernada satire dan nyeleneh.
"DPR udah paling bener tidur, malah disuruh kerja"
"Asap ini menghalangi ketampananku"
"Cukup cintaku yang kandas, KPK Jangan"
Sosiolog politik Universitas Airlangga, Novri Susan mengatakan, seruan aksi bernada satire yang dilancarkan mahasiswa merupakan ciri dari masyarakat digital hari ini, yang kerap menggunakan bahasa humor dalam kehidupan berpolitik.
Humor politik, menurut Novri amat relevan dengan kondisi masyarakat hari ini. Humor politik bahkan ia anggap mampu membuka kesadaran politik baru bagi anak muda yang selama ini dikenal apatis.
"Bahasan humor politik ini sebenarnya tetap memberi kekuatan dalam mobilisasi fungsi masyarakat sipil," tutur Novri dikutip dari Kompas, Rabu (25/9/2019).