Cerita di Balik Tameng Brimob, Ada Rindu yang Menggebu

Jakarta, era.id - Sepekan sudah, kondisi di sekitar Kompleks Parlemen tampak mencekam. Pasalnya, aksi demonstrasi dari kalangan mahasiswa dan beberapa elemen masyarakat yang menolak sejumlah Rancangan Udang-Undang (RUU) bermasalah, berakhir ricuh.

Terhitung sejak Selasa (24/9) hingga Senin (30/9), bentrokan massa dan aparat terus terjadi. Bukan perkara yang mudah dijalani para aparat kemananan, terutama Satuan Brimob Polri. Mereka jadi garda terdepan dalam memberikan pengamanan di sekitar gedung tempat wakil rakyat bekerja.

Salah satu anggota Brimob yang memperkenalkan diri kepada era.id sebagai Ruhadi, berbagi cerita tentang pengalamannya saat mengamankan aksi massa ini. Selama bertugas, dia diperintah untuk tidak memberikan perlawanan meski keadaan semakin rusuh. Dia pun memastikan, tak ada niatan sedikitpun dari aparat keamanan untuk bertindak represif kepada massa.

"Kita benar-benar diperintah untuk bertahan. Kita tidak boleh keluarkan gas air mata, benar-benar itu, kita imbau mereka (tidak menyerang) tapi enggak mau," ujar Ruhadi saat ditemui di sekitar Lapangan Tembak, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (1/10/2019).

Dia sempat jadi korban lemparan batu dari massa yang rusuh. Batu seukuran batu bata itu kena lengan kanannya. Sementara, beberapa rekannya terluka di bagian kepala karena pukulan dan lemparan batu.

Kalau sudah begini, setelah diberikan imbauan tapi massa tidak bisa ditenangkan, maka polisi akan melepaskan tembakan gas air mata dan meriam air. Ruhadi mengaku iba ketika massa demonstran kocar-kacir karena gas air mata dan meriam air tadi.

"Kita pun kasihan sebenarnya sama mereka, kita ini kan anggap mereka saudara. Siapa yang pengin ribut? Pasti enggak ada. Kan capek kalau ribut," ujarnya.

Petugas Brimob yang berjaga di sekitar kompleks Parlemen (Gabriella/era.id)

Cerita lain, ketika demo Mahasiswa hari Selasa (24/9). Kala itu, bentrokan pecah antara massa dan aparat. Serangan aparat sempat terhenti karena massa meminta damai. Bahkan mereka sempat duduk bersama dan berbagi minuman.

"Mereka (massa) minta damai, langsung berhenti itu kita tembakan gas air mata, itu pas di pertigaan Slipi. Berhenti itu, turunin tameng, duduk semuanya kesepakatannya gitu," cerita Ruhadi.

"Ada yang bilang haus, kita kasih air minum. Benar itu kita kasih. Kita enggak anggap mereka itu siapa sih, tapi itu saudara, sama dengan kita," tambahnya.

Lebih lanjut, Ruhadi lebih memilih menjaga aksi massa damai ketimbang demo yang berujung ricuh. Menurutnya, lebih asyik jika demo berlangsung damai, sebab tidak terlalu menguras tenaga. 

Ruhadi menambahkan, aparat keamanan sesungguhnya tak suka menghirup gas air mata dan bertindak represif terhadap massa aksi. Namun, kata dia, manusia biasa pasti memiliki batas kesabaran. Ini yang membuat aparat keamanan membubarkan massa dengan gayanya sendiri.

"Siapa sih yang mau menghirup gas air mata terus-terusan, kami juga kena, beracun lho itu. Saya sih milih yang damai-damai saja," ujarnya.

Rindu keluarga itu pasti

Hal yang paling berat dalam menjalankan tugas sebagai Brimob, kata Ruhadi adalah meninggalkan keluarga. Apalagi, kata dia, seminggu sebelum ditugaskan mengamankan gedung Parlemen, dia sedang melakukan persiapan untuk dikirim ke luar daerah seperti Papua, Poso, dan Aceh yang belakangan juga mulai bergejolak.

"Terus terang ya, saya sebelum ke sini, kita seminggu meninggalkan keluarga sudah. Latihan perisapan luar daerah, habis itu sampai sekarang belum ketemu keluarga lagi," kata Ruhadi

Hampir setiap pagi, kedua anaknya menelpon, pertanyaan 'ayah di mana?' atau 'kapan pulang?' menjadi hal yang sulit dijawab.

"Namanya keluarga, siapa yang enggak kangen sama keluarga. Setiap pagi sore anak-anak pasti telepon, nyariin saya," ujarnya.

Tak hanya dua anaknya yang disergap rasa rindu, sang istri pun demikian, khawatir dengan kondisi sang suami. Tapi Ruhadi mengaku selalu bisa menenangkan istrinya. Beruntung dia menikahi perempuan yang hingga kini paham betul tugas suaminya.

"Sedih lah kalau kita berpikir tentang keluarga, siapa sih yang mau meninggalkan anak istri. Untuk jagain orang yang kita tidak tahu siapa mereka, padahal di rumah juga harus ada yang jagain," ungkap Ruhadi dengan suara bergetar.

"Tapi itu risiko profesi, itu pilihan hidup saya. Keluarga saya harus memahami, ikhlas enggak ikhlas ya harus ikhlas," tambahnya.

Namun, dia punya cara untuk melepas rindu dengan keluarganya ini. Meskipun tak terlalu menuntaskan rindunya, setidaknya dengan video call, rasa lelahnya berganti semangat.

Tag: demo polri