Asal Tahu Saja Demo Bukan Cuma Milik Mahasiswa Pergerakan

Jakarta, era.id - Aksi demonstrasi beberapa hari terakhir tak cuma milik elite mahasiswa atau siapa pun mereka yang biasa disebut anak pergerakan. Perjuangan demokrasi itu nyatanya juga andil dari mahasiswa-mahasiswa supermerdeka tanpa afiliasi dengan segala organisasi. Ini bukan kisah tentang Royyan A Dzakiy, Atiatul Muqtadir, Manik Marganamahendra, atau siapa pun nama lain yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) kampus-kampus se-Nusantara. Ini tentang mereka yang ada di belakang barisan elite civitas akademika. Mereka membuktikan, demonstrasi sejatinya lebih dari cerminan intelektual semata.

Christo tengah duduk di pembatas jalan antara Jalan Raya Gatot Soebroto dan Tol Dalam Kota. Air minum yang berkali-kali ia teguk menyadarkan kami pada panasnya cuaca siang itu. Di atas mobil komando, mahasiswa lain tengah berorasi. Demonstrasi yang berlangsung di bawah flyover Ladokgi, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta Pusat itu berjalan damai dan tertib hingga akhir.

Christo bukan bagian dari elite mahasiswa. Ia adalah mahasiswa angkatan 2018 dari jurusan Teknik Elektro Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Masih 'bau kencur'. Boleh dibilang, Christo cuma ikut-ikutan. Meski begitu, 'ikut-ikutan' Christo sama sekali tak bisa diremehkan.

Sejak pagi hari, Christo bergabung dalam barisan mahasiswa UNJ. Di halaman kampus di Pulo Gadung, Jakarta Timur, Christo mengikuti konsolidasi bersama rekan-rekan sealmamater. Usai konsolidasi, mereka bergerak ke arah Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat menggunakan bus TransJakarta. Rombongan yang naik dari Halte UNJ menuju Halte GBK itu dibagi ke dalam beberapa gelombang.

Kepada kami, Christo mengakui bahwa demonstrasi di sekitar Gedung DPR pada Selasa (1/10) merupakan pengalaman pertamanya. Keinginannya terjun ke jalan dipicu oleh demonstrasi besar mahasiswa di seluruh Nusantara pada 24 September 2019.

Demonstrasi besar itu ia lewatkan. Namun, usai aksi tersebut, Christo justru rutin mengikuti berbagai diskusi yang digelar oleh sesama mahasiswa di kampusnya. Sikap kritis Christo terasah hari demi hari. Semangat perjuangan pun makin membara.

Tak cuma Christo. Kami juga menemui mahasiswi Sastra Indonesia UNJ angkatan 2016 bernama Azrila Fiorella. Berbeda dengan Christo, Azrila mengaku turut serta dalam demonstrasi besar pekan lalu. Seperti Christo, Azrila juga bukan bagian dari elite mahasiswa. Sehari-hari, Azrila lebih suka menggeluti kesusastraan atau musik.

Aksi mahasiswa di depan Gedung DPR 24 September 2019 (era.id)

Paham tak paham

Di tengah berbagai perjuangan yang dilakukan mahasiswa, perhatian publik teralihkan pada banyaknya narasi yang beredar soal mahasiswa yang asal demo atau mereka yang konon tak paham substansi. Benar, memang.

Seperti yang diakui Christo. Dia mengaku tak memiliki pemahaman mendalam soal isu yang digaungkan rekan-rekan mahasiswanya. Namun, solidaritas baginya lebih penting. Lagipula, meski tak paham isu, Christo setidaknya mengenali jati dirinya sebagai mahasiswa: hati dan akal rakyat. Bagi Christo, di pundaknya lah perjuangan sejati dipertaruhkan.

"Ya, walaupun gue sadar, tanpa kehadiran gue di sini juga aksi ini tetap jalan. Tapi, sebagai mahasiswa, selagi bisa bergerak untuk menuntut keadilan, ya kenapa enggak," ucapnya.

"Walaupun dengan ikut demo berarti gue bolos mata kuliah hari ini. Tapi enggak apa-apa. Masih punya batas absen mata kuliah sampai tiga kali," tambahnya.

Aksi mahasiswa di sekitar Gedung DPR (Diah/era.id)

Azrila lebih siap terjun. Ia paham betul bagaimana UU KPK dan RUU KUHP dapat berdampak luas bagi kehidupan masyarakat di masa mendatang. Selain itu, keputusan DPR mengebut pengesahan UU KPK dan RUU KUHP di tengah menggantungnya Rancangan Undang-Undang Perlindungan Kekerasan Seksual (RUU PKS) adalah anomali bagi Azrila.

Azrila bahkan mengkritisi sikap pemerintah, dalam hal ini Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir yang meminta rektor-rektor kampus melarang mahasiswa demonstrasi.

"Gue sudah bolos dua kali. Selasa minggu lalu. Fakultas gue membolehkan mahasiswa ikut demo. Tapi, semenjak Menristekdikti minta rektor melarang mahasiswanya demo pas besoknya. Jadi, Selasa ini kita terpaksa pada bolos dan dianggap absen di kelas," tutur Azrila. 

"Tapi, ya sudahlah. Gue juga sudah di tingkat akhir. Kemauan untuk ikut demo baru muncul sekarang-sekarang ini. Mumpung gue masih bisa ngerasain demo, enggak apa-apa ngerelain enggak ikut kelas," tutupnya.