Yang Dilakukan LSF Kala Joker Ditonton Anak-Anak
"LSF sudah mengklasifikasi 17 tahun ke atas, artinya bukan untuk anak-anak. Mestinya dipahami oleh orang tua. Mohon dilihat klasifikasinya dulu," kata Rommy kepada era.id, Rabu (9/10).
Dia tahu betul reaksi negatif orang-orang di tengah pembahasan film Joker yang sedang ngetren. Bukan karena filmnya, tapi karena ada anak-anak kecil yang jadi penonton film itu. Banyak warganet di media sosial menceritakan hal tersebut. Ada yang melihat anak-anak menonton film Joker di bioskop XXI, ada pula yang melihatnya di bioskop CGV.
Tim era.id mendatangi bioskop XXI di Djakarta Theater, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, kemarin siang. Seorang petugas tiket menjelaskan, XXI di sana tidak memperbolehkan anak kecil ikut menonton film Joker.
Papan pengumuman di bioskop XXI Djakarta Theater. (Diah/era.id)
Memang, di meja pembelian tiket, ada papan pemberitahuan khusus dari pengelola XXI bagi penonton film Joker. Papan itu bertuliskan larangan untuk penonton anak di bawah 17 tahun. Larangan tersebut berlaku di seluruh bioskop XXI.
Berbeda dengan XXI Djakarta Theater, CGV Grand Indonesia punya kebijakan lebih longgar. Petugas CGV hanya memberi tahu bahwa Joker adalah film 17 tahun ke atas. Tapi bakal mengizinkan kalau ada orang tua yang memaksa nonton bersama anak kecil.
Dari penjelasan petugas tiket CGV Grand Indonesia, mereka memberi informasi bahwa film ini bukan tontonan untuk anak kecil sejak awal. Sebab, di dalamnya mengandung adegan kekerasan yang vulgar.
Petugas CGV akan mengizinkan keikutsertaan anak menonton film Joker, kalau penonton kukuh ingin membawa anak masuk studio dengan pelbagai argumentasi. Syaratnya, tetap ditemani orang dewasa.
Suasana CGV Grand Indonesia. (Diah/era.id)
Baca Juga : Joaquin Phoenix Buka Suara soal Kontroversi Film Joker
Ketua LSF Ahmad Yani Basuki punya cerita menarik mengenai hal ini. Dia mengatakan, ada orang tua yang bersiasat agar bisa membawa anak kecil menonton Joker. Caranya, adalah dengan bermain kucing-kucingan dengan petugas tiket bioskop.
"Ada juga, yang pas beli tiket enggak ngajak anak, eh pas mau masuk studio, tahu-tahu anaknya diajak masuk," tutur Yani saat dihubungi era.id, Rabu (9/10/2019).
Dia berpendapat, adanya anak-anak di bioskop yang memutar film Joker, karena masyarakat menganggap film garapan Todd Phillips itu bergenre komedi. "Ternyata banyak orang tua mengajak nonton anaknya, dan mereka mengira karena itu film komedi karena tokohnya badut seperti itu," kata Yani.
Ketua Sub Komisi II Bidang Hukum Lembaga Sensor Film Rommy Fibri Hardianto punya pengalaman lain yang tak kalah menarik. Pernah suatu kali, dia mengantre tiket untuk menonton film dewasa di sebuah bioskop. Antrean itu panjang dan tak jalan.
Rommy kemudian tahu, antrean itu mengular dan tak jalan karena ada cekcok antara seorang tua dengan penjual tiket. Orang tua itu menganggap pihak bioskop tak berhak melarang anaknya ikut menonton, meski pun LSF sudah mengkategorikan film tersbut untuk dewasa.
Karena kondisinya tak kunjung membaik, akhirnya, pihak bioskop membolehkan orang tua dan anak kecilnya menonton film dewasa. "Akhirnya yang terjadi adalah pemakluman," kata dia.
Ketua LSF Ahmad Yani Basuki tak bisa berbuat banyak terkait fenomena tersebut. Dia mengaku, hanya bisa mengingatkan pengusaha bioskop agar batasan usia yang LSF keluarkan, menjadi pertimbangan dalam menjual tiket. Selain itu, LSF terus memberi literasi kepada masyarakat agar sadar dengan batasan umur, sebelum membeli tiket menonton film.
"Aturan hukum yang tegas tentang itu memang belum ada, sih. Tapi pada akhirnya, kami harus mengingatkan, menonton film itu perlu pikiran kedewasaan dari masyarakat," kata dia.
Segendang sepenarian dengan Yani, Ketua Sub Komisi II Bidang Hukum Lembaga Sensor Film Rommy Fibri Hardianto menjelaskan, tidak ada aturan mengenai pemberian sanksi administratif kepada pengusaha bioskop yang melalaikan batasan usia penonton. Dia pun mengatakan, LSF tidak pernah memberikan sanksi karena fenomena seperti itu, sampai saat ini. "Tidak ada aturan detail seperti itu," katanya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film, LSF memiliki sejumlah kewenangan. Kewenangan itu diatur dalam pasal 7. Di situ tertulis, selain menentukan penggolongan usia penonton, LSF bisa membuat usul sanksi administratif kepada Pemerintah terhadap pelaku kegiatan perfilman atau pelaku usaha perfilman yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perfilman.
Dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, ketentuan yang tak boleh dilanggar ada di sejumlah pasal. Di antaranya, pasal 7 tentang penggolongan usia.
Pasal tersebut berbunyi: Film yang menjadi unsur pokok kegiatan perfilman dan usaha perfilman disertai pencantuman penggolongan usia penonton film yang meliputi film: a. untuk penonton semua umur; b. untuk penonton usia 13 (tiga belas) tahun atau lebih; c. untuk penonton usia 17 (tujuh belas) tahun atau lebih; dan d. untuk penonton usia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih.
Pada bab XI berjudul sanksi administratif dalam UU tersebut, pasal 79 menerangkan: Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dapat berupa: a. teguran tertulis; b. denda administratif; c. penutupan sementara; dan/atau d. pembubaran atau pencabutan izin.
Baca Juga : Mereka yang Bertanggung Jawab Jika Anak Kecil Terpengaruh Joker
Ketua Sub Komisi II Bidang Hukum Lembaga Sensor Film Rommy Fibri Hardianto mengatakan, yang terjadi saat ini, ada beberapa bioskop komitmen dengan penggolongan usia dari LSF dan ada pula orang tua yang memahami hal tersebut. Tetapi, banyak juga orang tua yang ngeyel mengabaikan penggolongan usia tersebut.
Karena itu, LSF aktif bertemu dengan pengelola bioskop dan stakeholder terkait. LSF juga memiliki program literasi film untuk masyarakat berupa seminar, workshop, dan Focus Group Discussion. Sampai Oktober ini, dia mengklaim, LSF sudah mengadakan sosialisasi di 37 kota.
"LSF punya tanggung jawab moral. LSF selama ini melakukan program ke beberapa kota, sifatnya sosialisasi," kata dia.