Mumi Asli Indonesia Meringkuk di Pekan Kebudayaan Nasional
Di PKN, sejumlah replika ritual pemakaman di Indonesia dipamerkan dalam tenda-tenda, seperti Hutan Trunyan di Bali, Sakrofagus di Batak, Waruga di Minahasa. Ada pula makam bayi dan makam dinding batu di Tana Toraja.
Tapi, tepat di tengah ruangan, ada sebuah benda berbentuk manusia yang sudah diawetkan. Benda ini menjadi daya tarik pengunjung.
Itu adalah mumi. Disebutkan, mumi itu adalah anak laki-laki asal Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Hendy, panitia PKN, memperkirakan mumi itu berusia sekitar 15-20 tahun. Meski belum ada penelitian resmi usia mumi itu saat ini, dia memastikan proses mumifikasi terjadi sebelum adanya kolonialisme Belanda.
(Mumi yang dipamerkan di Pekan Kebudayaan Nasional 2019. (Era.id/Gie)
"Dapat diperkirakan, ini satu sampai dua abad, bahkan sampai ada yang mengatakan lima abad atau lima ratus tahun," katanya.
Mumi anak lelaki itu posisinya meringkuk. Hendy mengatakan, itu bukan karena ruang tempat dimakamkannya, tetapi memang ada filosofi yang di baliknya.
Baca Juga : Lima Fakta Rumah Honai, Nomor Dua untuk Pengasapan Mumi
"Bukan karena alasan tempatnya, ya, dia ditekuk, tapi punya filosofi bahwa seperti janin di dalam rahim ibu. Jadi mereka punya kepercayaan, mereka yang sudah meninggal direnkarnasi seperti janin di dalam rahim ibu," papar Hendy.
Proses mumifikasi mumi anak lelaki itu, sedikit berbeda dengan mumi di Mesir. Di kebudayaan Toraja, mumufikasi dilakukan dengan cara diasapi dengan kayu khusus seperti cendana atau gaharu, yang dibakar bersama rempah-rempah lainnya. Hendy mengatakan, butuh waktu berbulan-bulan agar segala cairan lemak dalam tubuh hilang sehingga kulit menyatu dengan tulang.
Mumi itu, saat ini menjadi salah satu benda koleksi Museum Fort Rotterdam, Makassar, Sulawesi Selatan. Di tempat asalnya, mumi tersebut tidak dipamerkan dan hanya orang-orang tertentu saja yang boleh melihatnya.
Dipamerkannya mumi itu, kata Hendy, bukan untuk mengeksploitasi, tapi untuk memperlihatakan bahwa masyarakat Indonesia sudah memiliki keadaban yang mapan. Salah satunya adalah memperlakukan jenazah dengan cara mulia.
Sebenarnya, dia mengatakan, ada banyak mumi yang berhasil disita dari pencurian atau perdagangan di pasar gelap. Sebelumnya, mumi itu hendak dijual di pasar gelap Eropa. "Ini bukan hasil galian, tapi sitaan. Ini, kan, dicuri lalu diselundupkan, tapi berhasil disita waktu masih di Sulawesi," ujar Hendy.
Baca Juga : Gak Cuma Lembah Baliem, Wamena Juga Punya Wisata Telaga Biru
Mumi yang dipamerkan di PKN ini, termasuk yang beruntung karena masih lengkap secara anatomi tubuh, sehingga bisa dijadikan bahan penelitian. Hendy mengatakan, para peneliti berencana menelusuri jejak silsilah keluarganya agar bisa dikembalikan kepada penerusnya. "Agak sulit ditelusur silsilahanya. Kemungkinan, dia dari keluarga bangsawan," kata Hendy.
Sejak tahun 1950, dia menjelaskan, pencurian besar-besaran terus terjadi di makam-makam purba milik masyarakat Tana Toraja. Bukan hanya mumi saja, benda-benda kubur lainnya juga menjadi sasaran pencurian.
Sulitnya kondisi ekonomi pasca-Indonesia merdeka, kata Hendy, menjadi faktor utama masyarakat Tana Toraja berani menjarah makam leluhurnya. Padahal, bagi masyarakat Toraja, kematian adalah hal yang paling sakral.
"Karena dia (mumi) dianggap komoditas. Apalagi harta benda bekal kuburnya itu banyak," kata Hendy.
PKN 2019 sudah selesai. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy berharap, acara yang bakal diadakan setiap tahun ini, bisa membangkitkan kebudayaan nasional.
"Mudah-mudahan ini adalah awal kebangkitan kebudayaan nasional kita," kata Muhadjir dalam pidato penutupan di Istora Senayan, Jakarta pada Sabtu (12/10) malam, dilansir dari Antara.
Berkaca dari keberhasilan PKN 2019, dia mengharapkan bahwa pemerintah daerah akan mengadakan kegiatan serupa di tingkat daerah. Dari hasil pekan kebudayaan daerah itu, ujarnya, diharapkan akan muncul pertunjukan kebudayaan berkualitas yang dapat diangkat ke festival nasional.