Duet Jokowi-Ma'ruf Dihantui Hutang Kasus HAM

Jakarta, era.id - Masa Pemerintahan Joko Widodo jilid I telah berakhir. Berbagai masalah di bidang hukum, ekonomi dan HAM menjadi pekerjaan rumah (PR) pemerintahan Jokowi selanjutnya. Di bidang penuntasan kasus HAM, sejak awal mencalonkan diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden mereka berjanji akan menyelesaikan masalah HAM masa lalu, seperti kasus kerusuhan 1998, kematian aktivis Munir, hingga kasus penyerangan penyidik KPK Novel Baswedan.

Jokowi-Ma'ruf Amin bahkan menorehkan janji penyelesaikan kasus HAM di dalam visi misinya saat kampanye. Salah satu poin dari 42 prioritas utama kebijakan penegakan hukum, Jokowi-Ma'ruf berkomitmen untuk menuntaskan kasus kerusuhan Mei, Trisakti, Semanggi 1 dan 2, Penghilangan Paksa, Talang Sari-Lampung, sampai Tanjung Priok, dan Tragedi 1965. Menurut mereka kasus HAM masa lalu masih menjadi beban politik bagi bangsa Indonesia. Janji soal HAM juga tercantum dalam NawaCita.

Komnas HAM menilai, agenda pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM belum mengalami kemajuan. Hal itu bisa dilihat dari agenda penuntasan sejumlah kasus pelanggaran berat HAM yang tak kunjung direalisasikan.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menganggap janji Jokowi dan Jusuf Kalla yang tercantum dalam Nawacita soal HAM hanya omong kosong.

"Kami mempertanyakan, Kami menuntut kehadiran Wakil Presiden dalam pertemuan ini tidak dijadikan ajang pencitraan semata menjelang Pilpres 2019 namun benar-benar dijadikan ruang untuk mendiskusikan langkah strategis dan kongkret untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM Berat dan pelanggaran HAM lainnya di Indonesia," tulis pernyataan sikap KontraS.

Sementara itu, Jokowi mengakui masih ada beban pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu yang belum tuntas. Jokowi mengakui bahwa tidak mudah menyelesaikan kasus-kasus HAM berat masa lalu.

"Tidak mudah menyelesaikannya karena kompleksitas masalah hukum, masalah pembuktian dan waktu yang terlalu jauh. Harusnya ini sudah selesai setelah peristiwa itu terjadi," ucap Jokowi saat memaparkan visinya dalam debat pertama Pilpres pada Januari lalu.

Jokowi harusnya belajar dari omongannya itu. Ia mengatakan bahwa penyelesaian kasus HAM berat harusnya dilakukan pada saat kejadian itu terjadi. Hal itu harusnya ia buktikan dalam kasus penyelesaian kasus penyerangan penyidik KPK Novel Baswedan yang belum terjadi lama. Pasalnya, saat ini kasus Novel Baswedan masih belum menemukan titik terang meski baru dua tahun terjadi.

Baca Juga: Mundurnya Demokrasi di Era Jokowi dan Segala Jawaban di Baliknya

Padahal Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang dibuat untuk mengungkap kasus penyerangan tersebut telah merampungkan tugasnya. Sayangnya mereka tidak berhasil menemukan pelakunya.

Selain itu, Komnas HAM juga turut menyoroti catatan kurang baik dari pemerintahan Presiden Jokowi terkait HAM. Misalnya yang pertama mengenai pembangunan infrastruktur yang masih mengabaikan prinsip-prinsip HAM. Akibatnya, muncul konflik seperti yang terjadi dalam pembangunan Bandara Internasional Kulonprogo Yogyakarta dan jalan tol Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

Lalu catatan yang kedua adalah soal maraknya kasus-kasus intoleransi. Baik yang terkait soal pembangunan rumah ibadah maupun kebebasan beragama dan berkeyakinan. Ketiga adalah soal masih tingginya angka konflik agraria dalam bentuk sengketa lahan di pelosok daerah. Semua masalah tersebut menjadi beban dan pekerjaan rumah pemerintahan Jokowi bersama tandem barunya KH Ma'ruf Amin. 

Tag: