Si Introvert Alfred Nobel yang Namanya Meledak karena Dinamit
Nama Nobel tidak sekonyong-konyong langsung terkenal. Asam garam kehidupan harus dilalui sebelum berada di puncak kesuksesan. Termasuk bergelut dengan diri sendiri. Siapa sangka di balik ketenaran namanya, terselip jiwa introvert yang dianggap kurang pandai bergaul, hingga muncul stigma "orang tidak populer".
Namun, bisa dibilang Nobel merupakan salah satu dari banyaknya orang yang tidak menjadikan introvert sebagai hambatan dirinya untuk menjadi populer. Setelah berhasil "meredam" ego dan menemukan jati dirinya, ia akhirnya bisa menjadi orang populer bahkan setelah ratusan tahun kematiannya. Nama Nobel "meledak" setelah ia menemukan sebuah racikan peledak bernama dinamit.
Baca Juga : Mata Hari, Agen Rahasia dari Belanda yang Mahir Menari Jawa
Peran orang tua Nobel bisa dibilang adalah segalanya bagi dia. Banyak keputusan penting yang akhirnya mengantarkan Nobel pada puncak kesuksesannya. Alfred Nobel lahir di Stockholm, Swedia pada hari ini 21 Oktober di awal abad 18 (1833). Ia dilahirkan dari keluarga kaya. Seperti dikutip laman nobelprize.org, ayahnya, Immanuel Nobel, adalah seorang insinyur dan penemu yang membangun jembatan-jembatan dan bangunan-bangunan di Stockholm. Sementara ibunya Andriette Ahlsell juga berasal dari keluarga kaya.
Sayangnya, saat Alfred Nobel lahir, keluarganya mengalami kebangkrutan, karena terjadi kesalahan dalam pekerjaan konstruksinya yang menyebabkan beberapa material bahan bangunan hilang percuma.
Nobel kecil tumbuh bersama perjuangan keluarganya yang hendak merintis kembali usahanya. Pada 1837 Immanuel Nobel pindah ke rusia untuk memulai lembaran baru. Keluarga Nobel tinggal di finlandia pada waktu itu, kecuali Bapaknya. Untuk menafkahi keluarganya di sana, Ibunya Nobel membuka toko sembako yang pendapatannya tak seberapa.
Potret Alfred Nobel (1833–1896) oleh Gösta Florman (1831–1900). (Sumber: Commons Wikimedia)
Sementara bapaknya pergi ke Rusia untuk merintis usaha barunya di St Petersburg. Ia membuka sebuah bengkel mekanik yang menyediakan peralatan untuk tentara rusia. Usahanya terus membesar, hingga ia berhasil meyakinkan para elite militer Rusia bahwa ranjau bahan peledak yang dimiliki angkatan laut bisa digunakan untuk memblokir kapal musuh angkatan laut yang mengancam keamanan kota.
Suksesnya usaha kedua Immanuel Nobel, membuat dirinya dapat memboyong keluarga Nobel ke St Petersburg. Di sana, Alfred Nobel akhirnya mengenyam pendidikan kelas atas dengan home schooling. Pendidikan itu mencakup sains, bahasa, dan sastra.
Saat menginjak usia 17 tahun, Alfred Nobel sudah menguasai lima bahasa yakni Swedia, Rusia, Perancis, Inggris, dan Jerman. Kepiawannya dalam dunia bahasa membuat ia sangat meminati pelajaran kesusasteraan Inggris dan puisi. Kendati demikian ia juga menyukai pelajaran kimia dan fisika.
Immanuel tidak begitu menyukai Alfred Nobel yang lebih tertarik pada puisi. Dia juga melihat anaknya terkesan seperti introvert. Immanuel ingin anaknya menjadi seorang insinyur dan membantu usahanya. Oleh karena itu, Immanuel mengirim Alfred ke luar negeri untuk memperluas wawasannya. Ia mengirim Alfred untuk mendalami teknik kimia. Untungnya, Alfred tak menolak.
Mengulik bahan peledak
Selama kurun dua tahun Nobel sudah mengunjungi berbagai negara seperti Swedia, Jerman, Perancis, dan Amerika Serikat. Ketika ia menyambangi kota yang didambakannya, Paris, ia bekerja di sebuah lab swasta yang dikelola Profesor T.J Pelouze --seorang kimiawan terkenal. Di sana ia bertemu dengan Ascanio Sobreto, seorang penemu nitrogliserin (nitroglycerine), yaitu sebuah cairan yang punya daya ledak tinggi.
Nitrogliserin dihasilkan dari campuran gliserin dengan asam sulfat dan nitrat. Cairan itu dianggap terlalu berbahaya untuk penggunaan praktis. Daya ledaknya jauh melebihi mesiu. Namun ia lebih berbahaya karena gampang meledak jika terkena panas dan terkena tekanan lebih.
Alfred Nobel menjadi begitu tertarik mengulik cairan nitrogliserin tersebut. Ia mencari cara bagaimana cairan itu bisa digunakan untuk pekerjaan konstruksi. Selain itu, ia juga harus bisa menemukan cara agar bahan peledak itu dapat terkontrol keamanannya.
Baca Juga : Douwes Dekker yang Mengungkap Tabir Kolonial Pribumi Lewat "Max Havelaar"
Pada tahun 1852, Alfred diminta untuk kembali dan bekerja di perusahaan keluarganya yang sedang berkembang pesat, karena bekerja sama dengan tentara Rusia. Bersama dengan ayahnya, ia akhirnya bereksperimen dan mengembangkan nitrogliserin agar dapat dikomersialisasi sebagai bahan peledak.
Pada 1863, Alfred Nobel kembali ke tanah kelahirannya, Swedia. Di sana ia masih berkutat mengembangkan nitrogliserin sebagai bahan pledak. Sayangnya, hasil pengembangan yang dilakukan Nobel berujung petaka. Beberapa ledakan hasil eksperimennya memakan korban. Saudaranya Emil dan beberapa orang lain tewas karena ledakan itu. Hal itu akhirnya membuat otoritas kota Stockholm melarang produksi nitrogliserin.
Namun Alfred tak patah arang. Ia tetap mengembangkan bahan peledak. Dengan berbagai ramuan yang ia kembangkan agar pengembangan nitrogliserin lebih aman, akhirnya pada 1864 ia memulai produksi massal.
Untuk lebih meningkatkan keamanan dari bahan peledak itu, Nobel memasukkan nitrogliserin ke dalam silika yakni sebuah zat inert yang membuatnya lebih aman dan lebih mudah dikendalikan. Ia mematenkan temuan itu pada 1867 dan sampai detik ini bahan peledak tersebut bernama 'dynamite'.
Foto sekotak kartrid dinamit-karet BAM Nobel-Bozel (1957-1984). (Sumber: Commons Wikimedia)
Dinamit membuat nama Nobel meledak. Segera bahan peledak itu digunakan untuk membangun terowongan, membuat saluran air, dan membangun rel kereta api dan jalan di seluruh dunia. Dari situ usahanya kemudian terus melejit.
Pada 1870an sampai 1880an ia membangun pabrik-pabrik di seluruh eropa untuk membuat bahan peledak. Ia terus bekerja di laboratoriumnya dan menciptakan sejumlah bahan sintetis hingga mematenkan penemuannya sebanyak 355 paten.
Hingga memasuki masa-masa senjanya, Nobel akhirnya mulai berpikir warisan apa yang hendak ia berikan pada dunia. Pada November 1895, Nobel menandatangani surat wasiatnya yang menggelontorkan sebagian besar kekayaannya untuk membuat sebuah ajang penghargaan hadiah Nobel.
Hartanya ia sumbangkan untuk memberikan penghargaan tahunan dalam bidang fisika, kimia, kedokteran atau biologi, literatur, dan perdamaian, serta ekonomi. Sampai akhirnya Nobel mengembuskan nafasnya yang terakhir di Itali pada 10 Desember 1896. Dan sampai saat ini jasadnya dikembumikan di kota kelahirannya Stockholm.