Ancaman Spionase pada Aplikasi Tik Tok di Amerika Serikat
Tik Tok yang juga dikenal sebagai Douyin adalah sebuah jaringan sosial dan platform video musik Tiongkok yang diluncurkan pada September 2016. Sejak peluncurannya itu, banyak masyarakat di dunia yang tertarik dengan aplikasi musik ini, termasuk warga di Amerika.
Hal ini kemudian memicu kekhawatiran tersendiri bagi pemerintah Amerika. Kemarin, Senator Republik Tom Cotton dan Pemimpin Minoritas Senat Chuck Schumer dalam suratnya kepada Direktur Intelijen Nasional Joseph Maguir mengatakan bahwa aplikasi video musik asal China itu menimbulkan potensi risiko pada keamanan nasional.
Para anggota parlemen mendesak pejabat intelijen AS untuk menyelidiki kemungkinan ancaman yang ditimbulkan oleh aplikasi itu, seperti pengambilan data dari para pengguna, misalnya alamat IP, data terkait lokasi, pengidentifikasi perangkat, cookie, metadata, dan informasi pribadi sensitif lainnya, serta kemungkinan jika pemerintah China memperngaruhi konten yang bakal dilihat oleh jutaan warga AS dalam aplikasi itu.
Baca Juga: Drama Assassin China: Saling Sewa Pembunuh untuk Eksekusi Target
Tik Tok (Reuters)
"Mengingat keprihatinan ini, kami meminta agar Intelligence Community melakukan penilaian tentang risiko keamanan nasional yang ditimbulkan oleh Tik Tok dan platform berbasis di Tiongkok lainnya yang beroperasi di AS. Serta melaporkan ini kepada Kongres," demikian potongan surat yang ditulis Senator Schumer dan Cotton, dikutip New York Post, Jumat (25/10/2019).
Dalam surat itu, politisi dari Demokrat dan Republik itu juga menunjukkan data bahwa aplikasi video musik Tik Tok telah diunduh lebih dari 110 juta kali di AS.
Selain dua politisi itu, sebelumnya Senator Marco Rubio juga mengangkat kekhawatiran tentang Tik Tok pada awal bulan ini. Ia meminta Menteri Keuangan Steven Mnuchin untuk menyelidiki kemungkinan ancaman keamanan nasional aplikasi Tik Tok lewat Komite Investigasi Asing di Amerika Serikat.
Menanggapi surat dua senator itu, pihak Tik Tok akhirnya angkat bicara. Kemarin sore, perusahaan yang berbasis di Beijing ini mengonfirmasi tuduhan itu. "Di Tik Tok, kami menangani masalah ini dengan sangat serius juga," demikian bunyi pernyataan itu. "Kami berkomitmen untuk transparansi dan bertanggung jawab kepada semua pengguna Tik Tok kami di Amerika Serikat dan seluruh dunia".
Pihak Tik Tok juga mengatakan bahwa mereka menyimpan semua data pengguna Tik Tok AS di Amerika Serikat, dengan backup data di Singapura. "Pusat data kami terletak sepenuhnya di luar Tiongkok dan tak ada data kami yang tunduk pada hukum Tiongkok".
Baca Juga: Spionase dalam Aplikasi Partai Komunis China
Sementara itu, menanggapi tudingan pengaruh pemerintah China dalam konten yang tersedia di aplikasi itu, pihak Tik Tok mengatakan, "Tik Tok tak akan menghapus konten berdasarkan sensitivitas yang terkait dengan China. Kami tak pernah diminta oleh pemerintah China untuk menghapus konten apa pun dan kami tak akan melakukannya jika diminta. Titik."
Namun hal itu kembali kritik oleh Schummer. Dalam kicauannya di Twitter ia mengatakan perusahaan teknologi itu berbasis di Beijing dan perlu untuk mematuhi hukum Tiongkok. Itu berarti dapat dipaksa untuk bekerja sama dengan pekerjaan intelijen yang dikendalikan oleh Partai Komunis.
Ini bukan kali pertamanya pemerintah China dituding melakukan aksi spionase melalui sebuah aplikasi. Pada Juli otoritas China menyusupkan perangkat lunak jahat alias malware ke dalam ponsel milik turis asing ketika mereka berada di wilayah perbatasan.
Dikutip The Guardian, malware bernama BXAQ atau Fengcai ini disusupkan ke ponsel milik turis yang melintasi perbatasan China ke wilayah Xinjiang. Malware ini bisa melihat data-data secara rinci mulai dari nomor IMEI, alamat WiFi, informasi bluetooth MAC, informasi mobile wallet, nomor telepon, hingga rincian informasi untuk masuk ke dalam akun jejaring sosial. Berdasarkan laporan, malware tersebut juga diketahui dapat mencari konten-konten yang berbau islami, misalnya Alquran.