Uluru, Tempat Suci Suku Aborigin yang Kini Dilarang
Batuan yang berusia lebih dari 500 juta tahun itu terletak di Taman Nasional Uluru Kata Tjuta di Red Centre Australia. Lokasinya sekitar 350 Km dari Kota Alice Springs. Batu ini bukan hanya sebagai ikonik di Australia Tengah, namun juga sebagai tempat sakral yang memiliki kekuatan spiritual bagi suku Anangu.
Uluru merupakan sebuah formasi batu berukuran besar dengan tinggi mencapai 800-an meter. Warna merah pada batu itu begitu kontras dengan padang tandus di sekitarnya. Di sini, sekitar 40.000 tahun yang lalu, suku Anangu sudah mendiami tempat ini.
Meski sudah lama tinggal di sana, suku asli Australia itu sampai tahun 1979 belum diakui sebagai pemilik tradisional tanah itu. Enam tahun kemudian, mereka akhirnya mendapatkan sertifikat hak milik untuk kawasan itu dalam peristiwa 'Pengembalian'. Dan pada tahun 2001, ada seorang ranger dari suku Anangu yang resmi bertugas di Taman Nasional Uluru Kata Tjuta
Dikutip dari BBC, pemangku adat Uluru Pamela Taylor menceritakan suku Anangu percaya bahwa pada awalnya dunia tidak berbentuk dan tidak memiliki sifat. Para leluhur kemudian muncul dari kekosongan ini dan melakukan perjalanan melintasi tanah, menciptakan semua spesies, dan benda hidup. Dan Uluru adalah bukti fisik dari pencapaian para leluhur sepanjang masa penciptaan ini.
Di sini terdapat banyak lukisan primitif yang menggambarkan sejarah-sejarah dan kepercayaan di zaman dulu. Sejak itu, mereka melindungi lahan yang sakral ini dan masih menjaga nilai-nilai peninggalan leluhur mereka. Oleh sebab itu mereka melarang turis untuk mendaki sampai puncak batunya.
Penutupan pendakian Uluru
Selama berpuluh tahun orang-orang Anangu meminta para wisatawan untuk tidak mendaki Uluru, tapi tetap saja turis seakan tutup mata dan telinga. "Para turis itu bagaikan semut yang naik turun setiap hari, mendaki bolak-balik," kata Pamela Taylor.
Di bagian bawah Uluru sebetulnya ada plang dalam enam bahasa yang meminta siapa pun untuk tidak memanjat bukit batu itu, dan dijelaskan bahwa hal itu melanggar hukum adat. Apalagi, banyak turis yang meninggal saat mendaki Uluru. 16 Persen pengunjung melakukan pendakian antara 2011 sampai 2015 dan tercatat sedikitnya 35 orang tewas sejak 1950-an.
Akhirnya pada 2017, semua jenis pendakian sepakat diakhiri dalam pemungutan suara bersejarah yang dihadiri oleh dewan-dewan, termasuk 8 tetua Anangu yang menentang pendakian itu. "Saya ada di sana pada hari itu, dan mata orang-orang berkaca-kaca. Bukan hanya orang suku Anangu, tetapi juga orang-orang yang telah berada di sini selama bertahun-tahun. Semua orang merasa sangat lega karena akhirnya Uluru ditutup," kata Steve Baldwin, manajer Operasional Uluru and Kata-Tjuta Park and Visitor Service.
Larangan memanjat batu Uluru akan mulai diberlakukan pada 26 Oktober mendatang. Para pengunjung yang mengetahui hal tersebut langsung menyerbu Uluru untuk kemah dan mendaki sebelum larangan resmi diterapkan. Hari ini menjadi hari terakhir pendakian Uluru. Ratusan wisatawan ramai-ramai datang ke kawasan ini untuk mendaki batu Uluru yang sempat dilarang pada pagi hari karena cuaca yang buruk.
Baca Juga: Trauma ISIS dan Bangkitnya Kepercayaan Kuno di Irak Utara
Namun, proses pendakian akan dihentikan pada pukul 16.00 waktu setempat. Rantai logam yang digunakan untuk membantu pendaki di batu Uluru itu akan segera dicopot. Pihak Taman Nasional Uluru-Kata Tjuta memutuskan menutup kawasan Uluru untuk proses pendakian karena alasan spiritual, namun juga faktor keamanan dan lingkungan.
"Segala beban akan hilang hari ini. Sekarang adalah waktunya bagi Uluru untuk beristirahat," ujar seorang warga lokal, Donald Fraser, dikutip BBC.
Dengan banyaknya orang yang datang untuk mendaki Uluru di saat-saat menjelang penutupan, Suku Anangu mengatakan kecewa dengan hal tersebut. Bagi tetua Anangu seperti Leroy Lester, keinginan mendaki Uluru bukan saja menunjukkan tidak adanya rasa hormat terhadap kawasan yang dianggap suci bagi warga Aborigin, tapi juga berbahaya.
Dikutip ABC, Leroy mengatakan ada beberapa alasan mengapa warga Anangu ingin pendakian Uluru dilarang selamanya. "Utamanya karena itu tempat yang sakral, dan karena alasan keamanan, juga polusi, karena di atas sana tidak ada toilet. Juga bakteri E.coli membunuh semua organisme yang ada, semua kodok dan yang lain," katanya.
Di sisi lain, Menteri Urusan Warga Suku Asli Australia Ken Wyatt menyatakan kecewa dengan begitu banyak orang yang datang untuk mendaki Uluru sebelum ditutup. "Saya bisa mengerti bahwa ada orang yang ingin mendaki, untuk bisa dijadikan catatan sejarah bagi kehidupan mereka. Namun ini mirp dengan orang yang berbondong-bondong untuk menaiki Tugu Pahlawan Perang Australia (Australian War Memorial)," ujarnya.
"Objek bersejarah kita, di tiap komunitas, adalah hal yang penting dalam sejarah bangsa ini," katanya.