RUU 'Warisan' DPR Tinggal Nunggu Ketok Palu Paripurna

Jakarta, era.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah rampung menyusun Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yakni para pimpinan dan anggota dari 11 komisi yang ada di parlemen.

Meski demikian, kerja nyata para anggota dewan justru baru dimulai, salah satunya membereskan pembahasaan sejumlah rancangan undang-undang maupun revisi undang-undang kontroversial seperti revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) warisan anggota dewan sebelumnya.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond Junaedi Mahesa menyebut meskipun RKUHP merupakan Undang-undang warisan DPR sebelumnya, namun DPR tidak akan membahasnya lagi Alasannya, karena pembahasan RKUHP sudah selesai di tingkat pertama dan bisa langsung disahkan di tingkat II.

"KUHP sudah selesai. Apa yang dilanjutkan? Sudah selesai kok," ujar Desmond di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/10/2019).

Karena merasa sudah selesai dan tak perlu ada pembahasan lagi, Desmond mengatakan pengesahan RKUHP bisa langsung di ketok saat rapat paripurna di awal masa jabatan DPR periode 2019-2024. Namun, ia mengatakan hal tersebut tergantung keputusan Ketua DPR.

"Kita lihat saja sama Ketua DPR yang sekarang. Kami berharap apa sama parlemen hari ini yang cuma bagi-bagi kekuasaan dan rezeki?" kata Desmond.

Senada dengan Desmond, anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Trimedya Pandjaitan menyebut pembahasan RKUHP akan disepakati langsung disahkan dalam paripurna.

"Tapi kalau dilihat semangat yang kemarin pasti langsung paripurna. Menurut gue, toh orangnya 80 persen sama semua," kata Trimedya.

Baca Juga: Loh! DPR Belum Pasang Pigura Foto Jokowi-Ma'ruf

Meski yakin akan langsung disahkan dalam paripurna, namun Trimedya mengatakan perlu terlebih dahulu mendengar masukan dari fraksi-fraksi lainnya. Apalagi RKUHP termasuk UU yang menjadi pemicu gelombang unjuk rasa sepanjang akhir bulan lalu.

"Secara prosedur sudah selesai di tingkat satu, ya ketingkat dua. Kalau ada fraksi-fraksi yang berbeda, itu lain cerita," kata Trimedya.

Berbeda dengan kedua rekannya, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir mengatakan hal yang sebaliknya. Dia menilai RKUHP harus kembali dibuka dan dibahas. Namun hanya untuk pasal-pasal yang dianggap bermasalah.

Selain itu, Adies mengatakan kali ini DPR akan membuka ruang dialog yang luas bagi masyarakat saat pembahasan. Ia mengaku belajar dari masa lalu di mana kurangnya ruang audiensi terhadap masyarakat justru menimbulkan masalah serius.

"Jadi kita harapan kalau UU ini selesai tidak ada lagi complaint dari masyarakat," kata Adies.

Politisi Golkar ini juga mengaku tidak akan terburu-buru mengesahkan RKUHP meskipun sudah selesai di tingkat pertama. Menurutnya, memberi ruang dialog dan pemahaman kepada masyarakat jauh lebih penting.

"Untuk pembahasan tentu tidak dari awal, tapi kalau audiensi harus dibuka dari awal. Enggak (terburu-buru), ini masih ada lima tahun lagi lho," ujar Adies.

Sebelumnya, Presiden RI, Joko Widodo meminta Dewan Perwakilan Rakyat untuk menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Keputusan itu dia ambil setelah mencermati masukan-masukan dari beberapa kalangan.

"Saya terus mengikuti perkembangan pembahasan RUU KUHP secara seksama. Dan setelah mencermati masukan-masukan dari berbagai kalangan yang keberatan dengan substansi-substansi RUU KUHP, masih ada materi butuh pendalaman lebih lanjut," ujar Jokowi di Istana Kepresidenan, Jumat (20/9).

Selain RKUHP, Jokowi juga meminta DPR RI menunda RUU Mineral dan Batu Bara (Minerba), RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan (PAS), dan RUU Pertanahan.

Tag: ketua dpr