Kandasnya Harapan Penerbitan Perppu KPK
Padahal, sebelum menjadi menteri, Mahfud merupakan salah satu tokoh yang datang ke Istana Negara untuk bertemu Jokowi dan menyatakan perppu bisa jadi salah satu solusi melawan pelemahan pemberantasan korupsi akibat UU KPK.
Perubahan sikap Mahfud ini dinilai wajar oleh Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin. Ujang menganggap, perubahan sikap Mahfud bisa saja terjadi karena mengikuti suara mayoritas pemerintah yang menganggap Perppu KPK belum perlu diterbitkan.
"Bisa saja (Mahfud) berubah pikiran karena sekarang dia sudah menjadi pembantu Jokowi. Dia bisa saja ikut arus pemerintah dan DPR yang tidak ingin Perppu KPK keluar. Jika ini yang terjadi sangat disayangkan," kata Ujang kepada era.id lewat pesan singkat, Rabu (6/11/2019).
Selain Ujang, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana juga masih berharap Mahfud bisa mendorong penerbitan Perppu KPK tersebut. Apalagi, Mahfud pernah bicara dalam acara talkshow di salah satu stasiun televisi dan menyinggung perppu bisa jadi opsi menyelamatkan lembaga antirasuah itu dari upaya pelemahan.
"Di salah satu stasiun televisi swasta, Prof Mahfud MD sempat berkata bahwa opsi yang paling mungkin untuk menyelamatkan KPK adalah penerbitan perppu," ujar Kurnia.
"Untuk itu, tidak salah rasanya publik berharap adanya andil besar dari Prof Mahfud untuk turut serta dalam agenda menyelamatkan KPK dari pelemahan legislasi seperti ini," tambah dia.
Meski banyak desakan agar Mahfud mendorong Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu KPK, dia menegaskan tak ada gunanya berharap padanya. Karena, pengambil keputusan terakhir soal perppu itu adalah Presiden Jokowi.
"Enggak ada gunanya berharap di saya, wong saya bukan pemegang kewenangan. Tapi, saya pastikan suara itu saya sampaikan," kata Mahfud Selasa (5/11).
Mahfud menambahkan, ketika diundang dalam satu acara talkshow untuk membahas Perppu KPK, dia mengatakan perppu ini merupakan kewenangan Presiden walau dukungan terkait peraturan ini cukup besar dari publik termasuk dari dirinya.
"Sejak sebelum jadi menteri, saya katakan itu wewenang presiden. Coba dilihat di ILC, dilihat di keterangan pers saya itu wewenang presiden tapi kita mendukung perppu," tegasnya.
"Menteri tidak boleh punya visi lepas. kan begitu. Itu harus konsekuen. kalau mau jadi menteri ya begitu dong," ujarnya.
Sementara itu, menurutnya, Presiden Jokowi mempertimbangkan penerbitan perppu ini sambil menunggu hasil uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau ada JR (judicial review) kok ditimpa dengan perppu, menurut Presiden ya, dan kita harus hargai pendapat Presiden, menurut Presiden ya rasanya kok etika bernegaranya kurang, orang sedang JR lalu kita timpa perppu. Artinya apa? Presiden dan itu belum memutuskan mengeluarkan perppu atau tidak mengeluarkan perppu," ujar Mahfud.
"Nanti sesudah (uji materi di) MK kami pelajari apakah putusan MK itu memuaskan apa tidak, benar apa tidak. Kita evaluasi lagi, kalau perlu ya Perppu, ya kita lihat kan gitu," ujar Mahfud.
Jokowi memang belum menyampaikan keputusannya terkait penerbitan perppu ini. Dia menyebut, tak elok jika keluarkan keputusan padahal proses hukum di lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) tengah berjalan.
"Kita melihat bahwa sekarang ini masih ada proses uji materi di MK. Kita harus menghargai proses-proses seperti itu. Jangan ada orang yang masih berproses, uji materi kemudian langsung ditimpa keputusan lain. Saya kira kita harus tahu sopan santun dalam bertatanegaraan," kata Jokowi Jumat (1/11)