Menyegarkan Kembali Ingatan Anak Muda Tentang Pembunuhan Munir
Suciwati juga membacakan dokumen hasil temuan Tim Pencari Fakta (TPF) atas tewasnya Munir di tengah reruntuhan proyek penggusuran Tamansari, Bandung, dihadapan seratusan lebih aktivis mahasiswa dan aktivis kamisan Bandung.
Munir adalah pejuang HAM yang tewas dalam penerbangan ke Amsterdam, Belanda pada 7 September 2004. Otopsi kepolisian Belanda dan Indonesia menunjukkan Munir tewas karena racun arsenik.
Kasus kematian Munir telah 15 tahun diliputi misteri mengenai aktor utama pembunuhan dan mengapa ia dibunuh belum terungkap. Di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) keluar Perpres nomor 111 Tahun 2004 tentang Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir. Setahun kemudian TPF merampungkan tugas penyelidikannya dan menghasilkan dokumen TPF Munir. Dokumen inilah yang dibacakan di Taman Sari.
Dokumen dibacakan secara bergilir oleh 7 orang aktivis muda. Di depan mereka duduk Suciwati. Di bagian kesimpulan, dokumen tersebut menyatakan bahwa pembunuhan Munir terkait aktivitasnya dalam membela HAM. Dokumen TPF merekomendasikan Presiden untuk meneruskan komitmen pengungkapkan kasus pembunuhan pendiri Imparsial itu. Dokumen tersebut menyatakan perlunya dibentuk tim baru untuk menindaklanjuti temuan TPF.
Usai pembacaan dokumen TPF Munir, digelar diskusi bersama Suciwati, Koordinator KontraS, Yati Andriyani, dan Paris, juru bicara aktivis aksi Kamisan Bandung. Suciwati mengatakan, 15 tahun menanti penuntasan kasus kematian Munir bukanlah hal yang mudah. Padahal pengusutan pembunuhan suaminya bisa dilakukan jika ada ketegasan pemerintah, dalam hal ini Presiden.
“Pemufakatan jahat, terorganisinya pembunuhan almmarhum sebenarnya sudah terang benderang. Kita harus terus mendorong penuntasan kasus ini siapa pun presidennya,” ungkap Suciwati yang malam itu mengenakan setelan hitam dengan kaos bergambar wajah Munir.
Suciwati yakin, pengungkapan kasus Munir tinggal menunggu waktu. Ia berharap rakyat mau bersama-sama turut menuntut pengungkapan kasus pembunuhan berencana ini. Suciwati juga merasa tergerak melihat antusiasme aktivis muda Bandung yang hadir malam itu.
Menurutnya, ketika kasus pembunuhan munir, anak-anak muda yang hadir pada diskusi tersebut mungkin masih kecil. Maka lewat acara tersebut, mereka diingatkan bahwa ada masalah besar yang harus diselesaikan negara. Namun negara berusaha melupakan kasus Munir.
“Negara ingin membuat anak muda lupa bahwa bahwa ada perjuangan panjang menuntut penuntasan kasus Munir. Negara selalu tanya mana korbannya, padahal tiap Kamis ada di depan istana (Kamisan),” katanya.
Ia bersyukur aksi Kamisan kini tumbuh di sejumlah kota di Indonesia. Ia juga telah mendorong pendirian Rumah HAM Munir. “Semoga anak muda terus ingat perjuangan panjang ini, anak muda harus terus mengingat. Jangan diam,” katanya.
Koordinator KontraS, Yati Andriyani, yang hadir dalam kesempatan tersebut menambahkan selama 15 tahun memperjuangkan penuntasan kasus pembunuhan Munir, pihaknya merasa seperti sendirian. “Kami seperti hidup dalam jalan sunyi untuk sebuah kebenaran dan perlawanan. Tapi malam ini kita tidak sendiri. Munir-Munir itu ada dan Munir itu kalian,” katanya, kepada seratusan anak muda yang menghadiri acara tersebut.