Pemerintah Enggak Kapok Suntik Modal ke BUMN
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan dana PMN tersebut diharapkan dapat mendorong peran BUMN dalam akselerasi pembangunan.
"Jadi tahun 2020, PMN sebesar Rp18,7 triliun untuk BUMN, (ini) dalam rangka mengakselerasi pembangunan," ungkap Sri Mulyani saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/12/2019).
Sri Mulyani mengatakan akan ada tujuh BUMN dan anggaran untuk penguatan neraca transaksi berjalan yang akan mendapatkan suntikkan dana segar PMN.
BUMN tersebut antara lain PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) mendapat PMN sebesar Rp2,5 triliun. Diharapkan dengan suntikkan dana itu, PT SMF bisa menurunkan porsi beban pemerintah untuk program pembiayaan perumahan, khususnya Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Selanjutnya, PMN juga akan diberikan kepada PT Hutama Karya dengan besaran Rp3,5 triliun. Dana tersebut diberikan pada tahun 2015, 2016, dan 2019.
"Dimanfaatkan untuk mendukung penyelesaian ruas-ruas prioritas dari Jalan Tol Trans Sumatera, yaitu Pekanbaru - Dumai dan Terbangi Besar - Pematang Panggang - Kayu Agung," ujarnya.
Selain PT SMF dan PT HK, suntikkan dana segar dari PMN juga akan diberikan kepada PT Permodalan Nasional Madani (PNM) sebanyak Rp1 triliun yang akan digunakan untuk memperbaiki struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha perseroan guna mendukung pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi.
Pasalnya, saat ini debt to equity ratio atau rasio utang PNM sudah sebesar 8,6 kali lipat yang menyebabkan perseroan mengalami keterbatasan dalam mencari sumber dana komersial dengan tingkat cost of fund yang kompetitif.
Pemerintah mengatakan PMN juga akan diberikan kepada PT Geo Dipa Energi sebesar Rp700 miliar. Dana tersebut nantinya akan dipergunakan untuk PLTP Dieng unit 2 dan PLTP Patuha unit 2 dalam rangka meningkatkan kapasitas terpasang dari 120 megawatt menjadi 270 megawatt.
Sementara untuk PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan mendapatkan Rp5 triliun yang digunakan untuk untuk menyelesaikan pembangunan proyek-proyek ketenagalistrikan. Misalnya untuk program pengembangan pembangkit tenaga listrik, termasuk yang berasal dari energi baru dan terbarukan, transmisi, gardu induk, distribusi, dan listrik perdesaan, serta mempercepat penyediaan listrik di seluruh wilayah Indonesia.
"Terutama untuk desa 3T (terluar, terdepan, dan tertinggal)," kata Sri Mulyani.
Selain itu, PMN juga diberikan kepada Penguatan Neraca Transaksi Berjalan sebesar Rp1 triliun. Hal itu itu diberikan untuk terobosan kebijakan untuk meningkatkan kinerja ekspor nasional dan menekan impor, khususnya impor migas melalui investasi kepada BUMN untuk penguatan neraca transaksi berjalan.
PNM sebesar Rp18,7 triliun, kata Sri Mulyani, akan disertakan salam bentuk tunai dan non tunai.
"Invest kepada BUMN (ada) dalam sifat non tunai, jadi tidak dalam bentuk injeksi modal, yang butuh dana, tapi dalam bentuk non tunai," paparnya.
Sudah 'Disuntik' Masih Merugi
PMN, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, sudah empat tahun belakangan ini diberikan kepada perusahan BUMN. Namun hingga tahun 2018, ada tujuh perusahaan pelat merah yang masih terus merugi.
Ketujuh BUMN yang masih merugi itu adalah PT Dok Kodja Bahari (Persero), PT Sang Hyang Seri (Persero), PT PAL Indonesia (Persero), PT Dirgantara Indonesia (Persero), PT Pertani (Persero), Perum Bulog dan PT Krakatau Steel (Persero).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, tahun 2015 alokasi PNM sebesar Rp65,6 triliun, 2016 sebesar 51,9 triliun, 2017 sebesar Rp9,2 triliun, dan 2018 sebesar Rp3,6 triliun.
"Pada tahun 2015 ada 33 BUMN yang menghasilkan laba, tapi 8 rugi. Tahun 2016 jumlahnya tetap, 2017 yang mendapat laba naik jadi 38 dan rugi turun ke 3. Tapi di 2018 turun lagi, yang laba jadi 34 dan rugi jadi 7," ungkap Sri Mulyani.
Meski ketujuh perusahaan BUMN merugi, Sri Mulyani mengaku pemerintah tak melihat hal tersebut sebagai beban anggaran. Sebab, tugas BUMN dinilai memang harus memberikan dampak ekonomi secara makro dan keseluruhan.
Karenanya, kerugian tujuh perusahan BUMN itu dianggap masih masih memberikan nilai tambah bagi ekonomi makro sehingga mendorong ekonomi pembangunan.