Prosedur Tangkal Gempa di DKI Nihil !

Your browser doesn’t support HTML5 audio
Jakarta, era.id - Bumi bergoyang. Semua bergidik. Yang duduk, langsung angkat pantat, kemudian lari. Sementara yang berdiri langsung tancap gas menuju tepat aman. Ratusan Pegawai Negeri Sipil di Balai Kota, Jakarta, merasakan itu belum lama ini. Kaki-kaki PNS itu berlari di antara guncangan gempa berkekuatan 6,1 skala ritcher di 43 km sebelah barat daya Lebak, Banten. Selasa (22/1) lalu, aktivitas zona tektonik di Selatan Jawa-Selat Sunda menyeruak. Kepanikan muncul.

Pola pikir PNS itu tak terencana, ke mana langkah aman dituju. Yang penting, keluar gedung dan jauh dari pohon atau bangunan. Apalagi mereka tidak mengantongi prosedur menghadapi bencana yang sepatutnya dibikin Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengakui hal itu. Katanya, Standard Operating Person (SOP) Pemprov DKI menghadapi bencana masih nihil. Dia mengklaim, rencana membuat mekanisme itu ada, namun langkahnya tidak mulus. 

"Saya sudah ngomong sama Biro Umum jadi belum terlalu jelas sih (SOP)," kata Sandi di Kantor Dinas Pariwisata dan Budaya DKI Jakarta, Kuningan Barat, Jakarta Selatan, Jumat (26/1/2018).

Tidak ada SOP yang jelas di Pemprov DKI diakui Sandi membuat dia dan jajarannya kocar-kacir mencari tempat aman. Titik-titik jalur evakuasi dan arahan menuju ke sana diharapkannya akan hadir. Tentunya, dengan sosialisasi terlebih dahulu. "Di Balai Kota, waktu keadaan itu, agak ribet kita jalur evakuasi, seperti apa sosialisasinya," sambut Sandi. 

Asian Games yang akan bergulir di Jakarta pada Agustus 2018 mendatang menjadi titik tolak Pemprov DKI. Rencananya, kata Sandi, SOP akan lahir sebelum perhelatan olahraga antar negara se-Asia itu. Namun, masih dalam batas omongan.   

"Mau Asian Games kita akan gunakan kesempatan ini untuk fire drill untuk drill-drill tiap ada bencana ini ke mana arahannya," sambungnya. 

Prosedur antisipasi bencana itu akan berisi jalur evakuasi. Selanjutnya sejumlah titik aman ketika bencana menerpa akan dibuat. Lalu masalah standar waktu yang tepat untuk segera diungsikan.  

"Titik kumpulnya di mana, sudah begitu berapa lama kita kumpul, harus jelas itu dan public announcement-nya seperti apa harus dipastikan," tandas Sandi. 

Anggaran bencana di Jakarta

Menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) 2018, anggaran mekanisme pencegahan bencana di DKI Jakarta mencapai Rp15,9 miliar.

Dana terbagi dalam dua peruntukan. Satu untuk penanggulangan bencana sejumlah Rp4,3 miliar dan sisanya untuk pelaksanaan teknis pusat data dan informasi kebencanaan sebesar Rp11,6 miliar.

Program penanggulan bencana terbagi menjadi tiga alokasi, Rp1,5 miliar untuk sekolah madrasah aman bencana, pembinaan dan pelatihan masyarakat dan relawan, pembinaan kelurahan tangguh bencana, serta penyediaan perlengkapan logistiknya.

Selanjutnya untuk peningkatan dan pengelolaan kantor, terkait alat tulis kantor, mesin fotokopi, jasa administrasi keuangan, makanan, peralatan rumah tangga, pembayaran listrik sebesar Rp1,3 miliar. Kemudian Rp312 juta untuk kebutuhan pengelolaan kendaraan operasional dan bahan bakar kendaraan.

Dikutip dari apbd.jakarta.go.id, sejumlah anggaran Pemprov DKI juga mengalokasikan untuk sosialisasi dan tindakan pencegahan bencana. Salah satunya, pelaksanaan kesiapsiagaan penanggulangan bencana Provinsi DKI sebesar Rp880 juta. Dari sekian besarnya anggaran yang ada di BPBD DKI dan Pemprov DKI, sayangnya kejelasan prosedur tangkal bencana masih belum terang. 

Sebelumnya, guncangan gempa 6,1 SR terjadi di Lebak, Banten pada Selasa (22/1), pukul 13.34 WIB. Saat itu, banyak aktivitas masyarakat yang terhenti. Sejumlah warga di Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Tengah menyelamatkan diri berhamburan ke tempat aman.

Di Jakarta, karyawan dan anak sekolah juga merasakan guncangan gempa itu. Padahal, jarak Jakarta-Banten sekitar 140 kilometer. Setelah gempa 6,1 SR di Lebak tersebut, gempa susulan mencapai 49 kali hingga Kamis (25/1), pukul 22.30 WIB.

Tag: gempa