Tiga Jenderal Melawan Hegemoni OSO di Hanura
Wiranto mengatakan saat ditunjuk sebagai Menkopolhukam, ia telah merekayasa Munaslub 2016 agar OSO terpilih secara aklamasi.
"Di benak saya tidak adil dan tidak pantas saya merangkap sebagai menteri dan ketua partai. Makanya kita mengundang munaslub dan mengundang OSO dan saya merekayasa aklamasi dengan terpilih OSO," kata Wiranto.
Sementara itu, Ketua Dewan Kehoematan Partai Hanura Chairuddin Ismail menyebut gaya kepemimpinan OSO seperti political party raider atau pencaplok partai politik. Artinya, mengambil alih saat partai sedang bermasalah.
"Beliau ini saya katakan political party raider. Pencaplok Partai Politik. Kenapa? ketika dia masuk, semua orang dimarahi dan diganti-ganti," ujar Chairuddin saat konfrensi pers bertajuk 'Penyelamatan Partai Hanura' di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Meskipun OSO baru saja terpilih kembali sebagai ketum Hanura, Chairuddin mengatakan kepemimpinan OSO tidak sah. Pasalnya, yang memilih secara aklamasi adalah orang-orang dekat OSO, sedangkan para pendiri tidak dilibatkan.
"Oleh karena itu saya yang terlibat sebagai pendiri, tidak tega kalau Partai yang tarinya 2006 didirikan lalu tiba tiba kita biarkan seperti sekarang ini," katanya.
Selain itu, kata mantan Kapolri ini, ketidakhadiran Wiranto sebagai pendiri partai dan Presiden RI Joko Widodo saat Musyawarah Nasional (Munas) yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, 17-19 Desember 2019 tidak bisa dikatakan Munas melainkan kenduri nasional. Alasannya karena Oso tidak menjalankannya sesuai AD/ART partai.
"Jadi Partai Hanura sana itu, Partai Hanura abal abal. Maka di sini penyelamatan, kalau Oso yang memimpin ini. Bisa Hanura malah mati," katanya.
Selain Wiranto dan Chairuddin, ada pula sosok mantan KSAD Jenderal Purn. Subagyo Hadi Siswoyo yang berada di kubu Wiranto dan menentang kekuasaan OSO.
Dari hasil pengamatannya, di bawah kepemimpian Oso saat ini tak heran jika Hanura pada Pemilu 2019 ini tidak lolos parlemen. Pasalnya, selama masa kampanye tidak ada personal branding, berbeda ketika Hanura dipimpin oleh Wiranto.
Selain itu, kata Chairrudin, ada tiga alasan lainnya seperti mesin partai tidak jalan, tidak bisa memetakan konstituen dan tidak punya sumber daya yang mencukupi.
"Sehingga pantaslah Hanura memperoleh suara di bawah 2 persen. Oleh karena itu temen temen yang masih sadar di sana kalau Partai ini masih mau eksis, itu harus diperhatikan. Kalau tidak partai ini akan almarhum," kata Chairrudin.