Dimakzulkan DPR, Trump Belum Tentu Lengser
Partai Demokrat yang menginisiasi pemakzulan Trump memenangkan voting di House of Representative atau DPR nya Amerika yang dihujani interupsi dan perdebatan panjang di Gedung Capitol, pada Rabu malam waktu Amerika.
"Hari ini, kita di sini untuk membela demokrasi bagi rakyat," kata Ketua House of Representatives, Nancy Pelosi, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (19/12/2019).
Voting digelar dua kali, dengan voting pertama dilakukan terhadap dakwaan penyalahgunaan kekuasaan karena menekan Ukraina agar mengumumkan penyelidikan yang mendiskreditkan rival politiknya.
Dari total 435 anggota DPR AS yang mengikuti voting, 230 suara menyetujui dakwaan penyalahgunaan kekuasaan terhadap Trump. Sekitar 197 suara lainnya menolak dakwaan tersebut. Satu anggota DPR AS dari Partai Demokrat, Tulsi Gabbard, memilih abstain.
Usai voting untuk dakwaan penyalahgunaan kekuasaan, DPR AS langsung melanjutkan voting kedua untuk dakwaan menghalangi Kongres AS dalam menyelidiki upaya menekan Ukraina untuk menyelidiki mantan Wakil Presiden AS Joe Biden, yang merupakan rival politik Trump. Lagi-lagi Demokrat menang dengan 229 suara mendukung dan 198 suara menolak.
Namun proses pemakzulan belum selesai, karena selanjutnya dua dakwaan pemakzulan ini akan diteruskan kepada Senat AS untuk disidangkan. Diketahui bahwa untuk bisa memakzulkan Trump secara sepenuhnya, dibutuhkan sedikitnya dua pertiga suara dukungan di Senat AS yang dikuasai partai pengusung Trump yakni Partai Republik.
Senator dari Partai Republik, Mitch McConnell menegaskan, sidang pemakzulan di tingkat Senat tak akan berhasil. Tidak ada presiden dalam sejarah 243 tahun di Amerika Serikat yang dicopot dari jabatannya oleh pemakzulan. Sebelumnya ada Presiden Andrew Jhonson, Richard Nixon, dan Bill Clinton. Ketiganya dimakzulkan House of Representatives, namun kandas di tingkat Senat sehingga mereka melanjutkan kepemimpinannya hingga masa jabatan selesai. Hanya Nixon yang mundur sebelum dimakzulkan Senat.