Kala Napiun, Niman, dan Nalih Rayakan Natal
Gereja Katolik Santo Servatius Kampung Sawah memang didirikan oleh orang Betawi asli. Paroki Santo Servatius Kampung Sawah merupakan sempalan dari Gereja Protestan Kampung Sawah yang dirintis Meester Anthing. Pada 1895, jemaat Protestan Kampung Sawah terpecah menjadi tiga faksi yang saling bermusuhan.
Gereja Santo Servatius (era.id)
Faksi pertama adalah kelompok guru Laban yang bermarkas di Kampung Sawah Barat. Faksi kedua adalah kelompok Yoseh yang mengadakan kebaktian di Kampung Sawah Timur dan faksi ketiga adalah kelompok guru Nathanael yang pindah keyakinan ke Katolik Roma dan menyebarkannya ke Kampung Sawah.
Guru Nathanael menghadap Pastor Bernardus Schweitzke di Gereja Katedral yang berada di Lapangan Banteng, Jakarta. Pada 6 Oktober dianggap sebagai hari kelahiran umat Katolik Kampung Sawah setelah Pastor Schweitz membaptis 18 orang di Kampung Sawah.
"Sejak 6 Oktober 1896, berarti sudah 123 tahun yang lalu sudah ada dalam bentuk umat, bukan dalam bentuk fisik. Karena tanggal itu sebagai tonggak sejarah karena pada tanggal itu 18 orang warga Kampung Sawah dibaptis," jelas Wakil Ketua Dewan Paroki Matheus Nalih Ungin kepada era.id.
Nuansa perayaan kelahiran juru selamat Yesus Kristus ini, dikemas dengan nuansa budaya Betawi. Para jemaat Kampung Sawah banyak yang mengenakan peci dan kerudung, yang umumnya dikenakan masyarakat Betawi.
Jemaat Gereja Kampung Sawah (Ervan Bayu/era.id)
Soal pakaian adat dan ornamen Betawi di Gereja, menurut Nalih memang sudah digunakan sejak generasi pertama umat Katolik di Kampung Sawah. Jadi pemakaian kopiah, baju koko dan kerudung merupakan akulturasi budaya sejak leluhur mereka.
"Karena mereka asli Betawi Kampung Sawah, maka kemudian Gereja Kampung Sawah mengakulturasi dan beradaptasi dengan kebudayaan Betawi sehingga sampai sekarang ini jemaat sering kali menggunakan pakaian tradisional Betawi," ujarnya.
Warga Betawi Katolik di Kampung Sawah memiliki marga di akhir namanya. Ada sekitar 70 marga yang khas dimiliki warga Kampung Sawah, seperti Emeng, Empit, Halim, Jilin, Nathanael, Napiun, dan Niman. Orang dengan marga-marga itu adalah bagian dari keturunan orang-orang pertama yang tinggal di Kampung Sawah.
“Identitas ini menjadi pengenal bahwa kita ini saudara. Kendati beda marga tetapi kita berasal dari satu daerah, Kampung Sawah,” ujar tokoh Katolik Kampung Sawah Jacob Napiun yang merupakan generasi ke-5 dari marga Napiun.