6 Maret 2019, Hari Termacet di Jakarta
Jakarta, era.id - Perusahaan perangkat GPS, Tomtom, merilis hasil survei angka kemacetan di sejumlah Ibu Kota negara. Menurut Tomtom, angka kemacetan di Jakarta tak membaik selama setahun terakhir.
Pada tahun 2018, Tomtom menyebut tingkat kemacetan Jakarta sebesar 53 persen. Pada 2019, tingkat kemacetan stagnan dengan angka yang sama.
Padahal, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menerapkan pembatasan kendaraan dengan sistem ganjil-genap sejak 9 September 2019.
Saat diminta tanggapan, Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo belum bisa berkomentar banyak. Ia mengaku baru akan mengkaji hasil survei tersebut.
"Saya belum baca reportnya. Nanti saya pelajari dulu," kata Syafrin saat ditemui di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis, 30 Januari.
Menurut klaim Syafrin, mestinya terjadi peningkatan kinerja lalu lintas di 25 ruas jalan yang diterapkan ganjil-genap. Berarti, seharusnya kepadatan kendaraan juga berkurang.
"Jadi, dari 25 km per jam, rata-rata naik jadi 33 km per jam. Kemudian, terjadi pengurangan volume lalu lintas sebanyak 30 persen," ungkap dia.
Belum lagi, DKI juga menerapkan strategi pengurangan kedatangan kendaraan dari daerah luar Jakarta yang melewati jalan tol. Pengurangan tersebut adalah pemblokiran kendaraan dengan plat nomor yang tidak sesuai hari ganjil-genap ketika keluar gerbang tol di ruas jalan yang diberlakukan sistem ganjil-genap.
"Seharusnya, itu mengurangi traffic yang cukup signifikan," kata dia.
Sementara itu, analis kebijakan transportasi, Azas Tigor Nainggolan memandang penghargaan Sustainable Transport Award 2020 yang diterima DKI di Amerika patut dipertanyakan, karena Pemprov DKI sampai saat ini belum bisa menekan penggunaan kendaraan pribadi.
"Sangat disayangkan, Anies selama satu tahun ini belum membawa perubahan. Harus ada evaluasi dari dalam. Karena kalau saya lihat pembanguanan infrastruktur buat transportasi di Jakarta terbilang masif," kata Tigor.
Dalam siaran persnya, survei Tomtom pada 2019 pada 416 kota dari 57 negara di enam benua. Penelitiannya melibatkan berbagai unsur seperti pengendara, kebijakan pemerintah, rencana tata kota, hingga produksi kendaraan.
Peringkat pertama dengan angka kemacetan tertinggi berada di Bengaluru, India dengan tingkat kemacetan 71 persen. Kedua, Manila, Filipina dengan tingkat kemacetan 71 persen. Ketiga, Bogota, Kolombia dengan tingkat kemacetan 68 persen.
Sementara, Jakarta menempati posisi kesepuluh kota termacet di dunia. Angka kemacetan di Jakarta tidak berkurang, tapi peringkatnya menurun dari tahun 2018 yang menempati peringkat 7.
Hal itu disebabkan adanya penambahan 13 kota baru yang disurvei Tomtom. Terhitung, pada tahun 2018 terdapat 403 yang diurvei dan 2019 naik menjadi 416.
Dari 13 kota yang baru dimasukan itu, tiga di antaranya langsung menyalip tingkat kemacetan yang lebih tinggi dari Jakarta. Kota-kota itu di antaranya adalah Bengalore di India, Manila di Filipina, dan Pune di India.
Tomtom juga menilai waktu macet terparah di Jakarta terjadi pada hari Jumat pukul 17.00-18.00 WIB. Ia meminta warga Jakarta menghindari waktu itu untuk kenyamanan berkendara.
Sedangkan tahun lalu, hari paling tidak macet di Jakarta adalah saat Hari Raya Idul Fitri karena warga Jakarta mudik.
Kemudian, untuk hari paling macet selama setahun jatuh pada tanggal 6 Maret 2019. Karena hujan deras dan banjir menggenang di seantero ibu kota, tingkat kemacetannya bahkan mencapai 91 persen. Padahal rata-ratanya dalam satu tahun adalah 53 persen.
Data lainnya menunjukan ketika jam kerja, hari senin pagi hari menjadi waktu paling macet setiap harinya. Sementara ketika malam hari, Jumat menjadi saat paling macet dengan rata-rata mencapai lebih dari 90 persen.