Dua Kluster Baru Penularan Korona di Jawa Barat
Selanjutnya, sebanyak 677 orang ini akan menjalani tes PCR yang hasil tesnya lebih akurat. Dari 677 itu, 310 individu yang terindikasi positif berada di Kota Sukabumi, tepatnya di lembaga pendidikan institusi negara. Hasil tes ini sekaligus menunjukkan kluster baru persebaran COVID-19 di Jawa Barat.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bilang, sementara ini ada empat institusi 'penghasil' kasus positif COVID-19. Untuk itu ia mengimbau kepada lembaga kenegaraan di pemerintah pusat yang memiliki lembaga pendidikan berlokasi di Jabar agar segera berkoordinasi dengan Pemprov Jabar untuk melakukan pengetesan siswa-siswanya lebih lanjut.
Rapid tes untuk intitusi tersebut dilakukan oleh internal dengan alat dari Pemprov Jabar. “Itu kami lakukan juga di Sukabumi. Tesnya internal, rapid test-nya 2.000 lebih kami hadirkan dari provinsi,” katanya, dalam konferensi pers perkembangan COVID-19 di Gedung Pakuan, Bandung, Jumat (3/4).
Peserta rapid test terindikasi positif terbanyak kedua ada di Kota Bandung, yakni 226 orang. Mereka kebanyakan hasil pengembangan dari kluster acara keagamaan Gereja Bethel Indonesia (GBI) di Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Menurut Ridwan Kamil, hingga hari ini pengetesan terhadap kluster GBI terus dilakukan.
“Ini menandakan bahwa apa yang kami lakukan sudah berada pada jalur yang sesuai arahan WHO yaitu memperbanyak wilayah pengetesan masif maka kita akan menemukan peta baru yang selama ini tidak terlihat. Inilah masukan di Jabar kepada seluruh provinsi di Indonesia untuk memaksimalkan pengetesan masif kepada mereka yang diwaspadai,” kata Ridwan Kamil.
Tes masif yang berlangsung di Jawa Barat nyatanya tidak selalu berjalan mulus. Ada faktor nonteknis yang menjadi kendala. Hal ini menurut Ridwan Kamil terkait dengan dinamika di lapangan yang berbeda-beda.
Sebagai contoh, rencana rapid test masif di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) harus batal karena adanya penolakan warga sekitar yang khawatir dengan penularan COVID-19 akibat pelaksanaan tes.
Masalah penolakan tersebut terkait dengan masih minimnya edukasi dan sosialisasi. Berbeda dengan rapid test mastif yang dilakukan di Stadion Si Jalak Harupat (SJH) yang bisa berjalan lancar. Rapid test di SJH sebelumnya telah melewati sosialisasi ke masyarakat, tokoh agama, dan lainnya, sehingga tidak mendapat penolakan warga sekitar.
“Artinya PR bagi pemerintah kota kabupaten untuk lakukan sosialisasi sebelum melaksanakan rapid test,” tandasnya.